Sabtu 19 Sep 2020 23:36 WIB

Ika Sejarah UNJ: Mapel Sejarah Jangan Jadi Pilihan

Menurutnya, mempelajari sejarah adalah kewajiban setiap generasi di Indonesia.

Rep: Inas Widyanuratikah  / Red: Ratna Puspita
Sejumlah siswi mencari buku sejarah (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah siswi mencari buku sejarah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ikatan Alumni Sejarah dan Antropologi (Ikasa) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Nicolo Machia Fely menilai pelajaran sejarah mestinya tidak menjadi pelajaran pilihan. Menurutnya, mempelajari sejarah adalah kewajiban setiap generasi di Indonesia. 

"Kami menyerukan kepada pihak-pihak terkait untuk tidak mengotak-atik mapel sejarah yang diajarkan di sekolah, dan diberlakukan sebagai mata pelajaran wajib jenjang SMA dan SMK," kata Nicolo, dalam keterangannya, Sabtu (19/9). 

Baca Juga

Ia beranggapan, tidak ada alasan mata pelajaran sejarah dijadikan pilihan. Nicolo melihat, mengesampingkan mata pelajaran sejarah di kurikulum pendidikan nasional bisa mengoyak akar NKRI. 

Ia menjelaskan lahirnya NKRI diilhami munculnya kesadaran sejarah dan kebangsaan dari para pendiri Indonesia. "Betapa pentingnya sejarah, bisa dicermati dari dua pidato tokoh besar republik ini yang sangat fundamental dan fenomenal, pertama pidato Bung Karno 1 Juni 1945," kata dia. 

Selain itu, ia juga mengutip pidato Sutan Sjahrir di hadapan Dewan Keamanan PBB pada 14 Agustus 1947 dalam upaya diplomasi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sutan Sjahrir menggunakan dalil sejarah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 

"Sejarah disampaikan kepada setiap generasi bangsa ini untuk dan atas nama Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai dan pertahankan," kata Nicolo menambahkan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement