REPUBLIKA.CO.ID, Para dokter dan ilmuwan Muslim pada masa itu tak begitu saja menelan mentah-mentah metode serta konsep dari peradaban asing tersebut. Mereka terus mengkaji dan mempelajari untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna.
Di antara bukti tersebut adalah bagaimana sarjana Muslim mengkritisi pemikiran Claudius Galenus, atau yang kondang dengan nama Galen. Tokoh ini banyak menghasilkan karya luar biasa di bidang kedokteran. Oleh para sarjana Muslim, sebagian dari karya-karya itu telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab.
Penerjemahan karya Galen membuka babak baru bagi kemajuan ranah medis Islam. Teori, konsep, maupun pemikiran dari tokoh yang hidup pada 129 hingga 200 Masehi itu menjadi rujukan berharga para dokter maupun tabib Muslim.
Seperti diungkapkan Ehsan Masood dalam buku Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern, berlembar-lembar tulisan Galen melingkupi seluruh bidang kedokteran. Hal itu sangat berpengaruh terhadap teori serta praktik kedokteran setelahnya.
Dia, misalnya, mengemukakan sistem empat cairan tubuh, yaitu darah, empedu kuning, empedu hitam, dan dahak. Galen berpendapat, keempatnya bakal terus berputar menyesuaikan dengan empat musim yang ada.
Beberapa teori dan konsepnya ia rumuskan sendiri. Namun, ada beberapa yang didasarkan pada prinsip yang diusung Hippocrates. Karya fenomenal Galen adalah 17 buku, mulai dari On the Usefulness of the Parts of the Human Body hingga De Material Medica. Dalam buku-buku itu, ia membahas beragam hal, termasuk tanaman obat dan penyakit kejiwaan.
Penyelidikan ilmiah secara intensif pada akhirnya mampu menyingkap tabir lebih jauh dari ilmu medis Galen. Ternyata banyak hal yang dikemukakan Galen tidak sepenuhnya tepat.
Salah satu ahli medis Muslim paling awal yang menemukan kejanggalan dari beberapa teori Galen adalah Hunayn ibn Ishaq (808-873). Ilmuwan Muslim ini tercatat turut menerjemahkan sejumlah karya Galen ke dalam bahasa Arab.
Ia diakui sebagai penerjemah karya Galen yang terbaik pada masanya. Dengan detail yang luar biasa, Ibnu Ishaq mampu menuangkan segala teori dan pemikiran Galen sehingga bisa dipelajari secara mendalam serta akurat.
Membaca karya terjemahan Ibnu Ishaq, para intelektual Muslim pada masa itu pun mulai bertanya-tanya, apakah konsep dan teori medis Galen selalu benar? Dari sini mereka semakin gencar meneliti teori maupun pemikiran Galen yang berujung pada simpulan bahwa dokter terhebat dari Yunani pun bisa membuat kesalahan.
Ibnu Ishaq merupakan salah seorang yang dapat membuktikan itu. Bahkan, ia telah menelisik sejumlah kejanggalan saat melakukan penerjemahan. Atas inisiatifnya, Ibnu Ishaq membuat beberapa perbaikan penting pada pembahasan tentang anatomi mata.
Tokoh besar lain yang bersikap kritis terhadap pemikiran Galen adalah Zakariyya al-Razi (809-877). Dokter Muslim asal Reyy, Persia ini dikenal sebagai cendekiawan multidisiplin, mulai dari astronomi, sejarah, filsafat, kimia, dan fisika.
Ia juga rajin mengkaji dan berinovasi, terutama dalam ilmu medis. Terkait perbedaan pandangannya pada konsep Galen, al-Razi menuliskan sebuah buku berjudul Syukuk ‘ala Jalinus (Keraguan Terhadap Galenus). Dari penjelasan di awal buku itu, al-Razi mengaku pada mulanya sangat sulit menentang dan mengkritik Galen.
“Dokter asal Yunani itu telah menyediakan lautan pengetahuan untuk saya serap,” kata al-Razi. Namun, penghormatan ini seharusnya tidak mencegah diri saya untuk meragukan berbagai teorinya.
Al-Razi memberikan tinjauan kritis terhadap konsep empat cairan. Berdasarkan konsep itu, Galen meyakini, orang jatuh sakit karena keempat cairan tubuh (darah, empedu kuning, empedu hitam, dan dahak) mengalami ketidakseimbangan.
Jadi, untuk mengatasinya harus lebih dulu mengembalikan keseimbangan itu. Al-Razi kemudian mempertanyakan, apakah benar memberikan pasien minuman panas dapat menaikkan suhu tubuhnya, seperti dikemukakan Galen.
Menurut al-Razi, hanya dibutuhkan percobaan sederhana untuk membuktikan bahwa itu tidak benar. Bila salah, sambung dia, tentu ada mekanisme kontrol lainnya dalam tubuh yang tidak dijelaskan dalam konsep itu.
Perbaikan pada teori Galen juga dilakukan Ibnu al-Nafis. Dokter ahli bedah jantung legendaris asal Damaskus itu memberikan sejumlah komentar pada konsep aliran darah yang diusung Galen dalam buku Anatomy of the Veins and Arteries.
Galen sejatinya menyakini bahwa darah merembes melalui satu bilik jantung ke bilik yang lain, terutama melalui lubang kecil di septum yang membagi kedua bilik tadi. Namun, setelah memeriksa banyak jantung, baik sendiri maupun dengan dokter lain, Ibnu Nafis tidak menemukan lubang kecil tersebut.
Penulis buku ensiklopedi kedokteran berjudul Kitab asy-Syamil fi ath-Thibb ini lantas berkesimpulan bahwa darah di dalam bilik kanan jantung pasti mengalir ke bilik kiri melalui paru-paru, bukan melalui lubang kecil seperti diuraikan Galen.
Ibnu Zuhr atau Avenzoar (1091-1161) juga merupakan dokter termasyhur yang sangat kritis pada pendapat-pendapat Galen. Ia banyak menemukan kelemahan dalam teori empat cairan tubuh. Ahli farmasi kelahiran Sevilla itu membuktikan, peradangan kulit lebih disebabkan oleh jamur atau parasit.
Ia menilai, untuk menyingkirkan parasit tadi tidak memerlukan penanganan medis dengan melibatkan keempat unsur dalam konsep Galen. Beberapa konsep dan metode kedokteran yang berhasil dicapainya pun sangat berbeda dari pandangan Galen sebelumnya.
Banyaknya kritik maupun komentar atas karya dan pemikiran Galen, bukan berarti menunjukkan bahwa teori dan konsep yang diusungnya buruk. Pada buku History of the Arabs, sejarawan Philip K Hitti menekankan, risalah ilmiah dari peradaban asing justru sangat penting bagi pijakan pengembangan ilmu di dunia Islam.
Sebab, dari situlah para ilmuwan Muslim terpacu untuk mengkaji, meneliti, serta melakukan perbaikan, inovasi, hingga berkreasi untuk mewujudkan karya yang lebih sempurna. Sejarah membuktikan bahwa ilmuwan, sarjana, dan cendekiawan Muslim masa lampau telah memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan bidang sains dan teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.