REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Prancis Emmanuel Macron menuangkan bahan bakar ke dalam api di Mediterania Timur dan mempersulit penyelesaian masalah, demikian kata menteri pertahanan Turki pada Jumat.
Dalam wawancara eksklusif dengan Channel 4 News Inggris, Menhan Turki Hulusi Akar mengatakan presiden Prancis mencoba untuk mengambil peran Napoleon yang telah meninggal dua abad lalu tetapi Macron tidak cukup kuat untuk ini.
Mengenai upaya meditasi NATO, Akar mengatakan meski Yunani enggan dan memperlambat penyelesaian masalah di Mediterania Timur dengan beberapa prasyarat, Turki tetap mendukung diadakannya perundingan tersebut.
Terkait sikap Uni Eropa terhadap masalah ini, seperti dilansir Anadolu Agancy, Menhan Turki mengatakan bahwa Uni Eropa tidak memberikan kontribusi efektif untuk solusi tersebut dan malah menjadi bagian dari kebuntuan.
Dia mengatakan Uni Eropa tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan, mengubah aturan atau menentukan perbatasan di Mediterania Timur.
Ketegangan baru-baru ini meningkat karena masalah eksplorasi energi di Mediterania Timur.
Yunani memperdebatkan kegiatan eksplorasi energi Turki di kawasan itu, negara itu mencoba mengklaim wilayah maritim Turki berdasarkan pulau-pulau kecil di dekat pantai Turki.
Turki - negara dengan garis pantai terpanjang di Mediterania - telah mengirimkan kapal bor, dengan pengawalan militer, untuk mengeksplorasi energi di landas kontinennya.
Otoritas Turki menekankan pihaknya dan Republik Turki Siprus Utara memiliki hak di wilayah tersebut.
Untuk mengurangi ketegangan, Turki menyerukan dialog untuk memastikan pembagian yang adil dari sumber daya kawasan.
Sementara itu, delegasi militer Turki dan Yunani telah mengadakan pertemuan teknis di markas NATO untuk membahas cara-cara mengurangi risiko insiden di tengah meningkatnya ketegangan di Mediterania Timur.