Ahad 20 Sep 2020 15:22 WIB

Iran Bersiap Hadapi Gelombang Ketiga Covid-19

28 provinsi di Iran termasuk ibu kota diklasifikasikan sebagai zona merah dan kuning.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
 Seorang gadis Iran etary sekolah mengenakan masker wajah menghadiri hari pertama pembukaan kembali sekolah swasta Bamdad Parsi, utara Teheran, Iran, 05 September 2020. Iran diproyeksikan berada dalam gelombang ketiga dari wabah virus corona tipe baru atau Covid-19.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Seorang gadis Iran etary sekolah mengenakan masker wajah menghadiri hari pertama pembukaan kembali sekolah swasta Bamdad Parsi, utara Teheran, Iran, 05 September 2020. Iran diproyeksikan berada dalam gelombang ketiga dari wabah virus corona tipe baru atau Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran diproyeksikan berada dalam gelombang ketiga dari wabah virus corona tipe baru atau Covid-19. Jumlah infeksi baru kasus corona belakangan tercatat di atas 3.000 dalam satu hari yang menandai lonjakan kasus tertinggi sejak virus memasuki negara itu pada Februari.

Iran adalah salah satu negara pertama yang terkena virus di luar China. Pejabatnya membawa penyakit itu ke dalam bentuk pengendalian pada awal Mei, tetapi kemudian mengalami peningkatan pada awal Juni. Kasusnya turun menjadi kurang dari 1.600 kasus baru sehari pada akhir Agustus.

Baca Juga

Seperti dilansir laman Guardian, menurut angka terbaru yang dirilis oleh departemen kesehatan Iran Jumat (18/9) waktu setempat, 144 orang telah meninggal dunia karena Covid-19, dan 3.049 kasus baru telah terdaftar dalam 24 jam sebelumnya. Jumlah total kematian yang dikonfirmasi dari Covid-19 mencapai 23.952, dan 28 provinsi di negara itu, termasuk ibu kotanya, Teheran, diklasifikasikan sebagai zona merah atau kuning dalam skala yang menunjukkan tingkat keparahan wabah.

Awal pekan ini koordinator anti-virus corona untuk Teheran, Alireza Zali mengatakan prakiraan menunjukkan negara itu bergerak menuju gelombang ketiga virus korona. Dia mengatakan bahwa gelombang ketiga akan terbentuk di Teheran jauh lebih awal daripada provinsi lain.

Direktur Pusat Pengendalian Virus Corona Nasional, Iraj Harirchi mengatakan sistem kode warna negara itu tidak lagi masuk akal. "Kami tidak lagi memiliki jingga dan kuning, seluruh negeri berwarna merah," katanya.

Dia memperingatkan korban meninggal dunia di Iran bisa saja mencapai 45 ribu, dengan komplikasi influenza yang segera tiba. Wakil rektor untuk kesehatan di Tabriz University of Medical Sciences, Abbas Ali Dorsti memperingatkan, meskipun warga Iran telah mematuhi 70 persen protokol kesehatan,  namun berbagai peristiwa dalam beberapa pekan terakhir, termasuk peningkatan perjalanan dan ketidakpatuhan terhadap protokol oleh beberapa orang memicu infeksi kembali meningkat.

Sekolah dan universitas telah dibuka kembali. Meski, orang tua yang memutuskan apakah akan mengizinkan anak mereka bersekolah. Dan dalam banyak kasus orang tua menahan anak-anak di rumah.

Beberapa warga Iran harus menghadapi bencana kesehatan musim dingin ini. Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan departemen kesehatan berusaha mengumpulkan 10.000 tempat tidur tambahan di rumah sakit. Lebih dari 400 ribu orang Iran secara resmi tercatat telah tertular virus tersebut, meskipun angka resmi ini secara luas dianggap sebagai perkiraan yang terlalu rendah.

Krisis corona datang pada saat tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada biaya hidup rakyat biasa Iran. Hal itu dipicu oleh sanksi Iran sehingga menekan mata uang, dan menaikkan harga barang sehari-hari dari mobil, bensin, dan mentega. Perselisihan politik antara Amerika Serikat (AS) dan Iran mengenai sanksi juga meningkat menjelang pemilihan presiden AS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement