Senin 21 Sep 2020 08:03 WIB

Jabar Sesuaikan Program 8 Juta Masker yang Dibuat UMKM

Masker scuba dan buff yang hanya memiliki satu lapisan dianggap terlalu tipis

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meninjau pembuatan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker bedah, dan baju hazmat di di PT Multi One Plus, Kabupaten Bogor, Rabu (15/4). Produsen APD tersebut akan meningkatkan jumlah produksi, sehingga kebutuhan APD Jabar khususnya dalam dua sampai empat bulan kedepan terpenuhi
Foto: Humas Pemprov Jawa Barat
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meninjau pembuatan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker bedah, dan baju hazmat di di PT Multi One Plus, Kabupaten Bogor, Rabu (15/4). Produsen APD tersebut akan meningkatkan jumlah produksi, sehingga kebutuhan APD Jabar khususnya dalam dua sampai empat bulan kedepan terpenuhi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera melakukan penyesuaian bahan yang digunakan untuk membuat masker. Hal ini, dilakukan seiring beredarnya informasi agar penggunaan masker berbahan kain scuba dan juga buff tak digunakan lagi. Karena, dinilai kurang efektif mencegah penularan Covid-19.

Saat ini, Pemprov Jabar melalui Dinas Koperasi dan Usaha Kecil tengah mencanangkan pembelian 8 juta masker dari pelaku UMKM di Jabar untuk mendongkrak perekonomian di tengah pandemik Covid-19 sejak pertengahan tahun ini. Pembelian masker tersebut merupakan pembelian tahap kedua masker yang sedang berjalan.

Menurut Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat Kusmana Hartadji, adanya informasi terbaru tersebut menjadi tantangan pada pendistribusian nanti. Karena, saat ini mayoritas pesanan masker yang dikerjakan dalam proyek tersebut merupakan masker berbahan kain scuba. Yakni, dengan porsi 65 persen scuba dan sisanya 35 persen masker dari bahan kain seperti katun Jepang maupun toyobo.

“Beberapa sudah memproduksi masker scuba sesuai dengan spec awal. Dan sudah diberikan surat perintah (SP) oleh kami untuk segera membuat scuba tersebut," ujar Kusmana, akhir pekan ini. 

Kusmana mengatakan, SP dibuat sebelum adanya larangan penggunaan masker scuba dari gugus tugas pemerintah pusat. "Ini dilema satu sisi kita mau membantu UMKM satu lagi ada kebijakan seperti ini,” katanya.

Namun, kata dia, bagi yang belum menerima SP  beberapa memang ada membuat dari masker kain katun toyobo/jepang tidak menjadi masalah. Tapi yang sudah membeli bahan scuba ini jadi masalah.“Nanti kita sampaikan pada yang sudah diberikan surat perintah, karena sejak tanggal 5 September kita sudah memerintakan beberapa UMKM untuk segera memproduksi. Adapun tahap kedua ini ada sekitar 400 pelaku UMKM yang dilibatkan,” paparnya.

Untuk yang sudah jadi masker scubanya,  pihaknya tetap akan membayar sesuai dengan nilai kontrak, bukan bayar ganti rugi. Sementara yang belum dapat SP, pihaknya akan upayakan pergantian spek masker.

Namun, Kusmana belum merinci perkembangan jumlah masker scuba yang telah selesai diproduksi maupun didistribusikan hingga saat ini. Kusmana mengatakan, saat ini masih anjuran tidak menggunakan scuba untuk wilayah zona merah, jadi belum ada edaran khusus terkait dengan ini. Namun pihaknya tetap harus cepat beradaptasi dengan perubahan yang cepat ini sepanjang tetap mematuhi tertib adminstrasi, tertib anggaran dan tetap menjaga akuntabiltas.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat membeli 10 juta masker produk UMKM untuk membantu para pelaku bangkit kembali setelah dihantam krisis akibat Covid-19. Pembelian masker UMKM ini dibagi dua tahap. Tahap pertama masker yang dibeli sebanyak 2 juta masker dari 200 UMKM. Dari 200 UMKM itu Pemda Provinsi Jabar memesan masing – masing 10.000 masker dengan nilai pengadaan Rp 50 juta per UMKM.

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar meminta warganya untuk beradaptasi terkait penggunaan masker sebagai bagian dari Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di masa pandemi Covid-19.

Termasuk juga beradaptasi dengan imbauan untuk tidak menggunakan masker berbahan scuba dan masker buff yang dinilai tidak efektif menangkal droplet (percikan pernapasan yang muncul saat bersin atau batuk).

Dari informasi yang diunggah PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI), masker scuba dan buff hanya memiliki efektivitas 0 persen hingga 5 persen untuk mencegah risiko terpapar debu, virus, bakteri, atau partikel lainnya.

Untuk itu,  Ridwan berharap agar warga Jabar khususnya di Bogor-Bekasi-Depok (Bodebek) bisa menyesuaikan diri dengan aturan baru soal larangan penggunaan masker scuba dan buff di dalam Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line."Dulu scuba oke (dipakai) karena mudah dan murah, sekarang tidak boleh, ya, sudah menyesuaikan atau beradaptasi saja, karena ini bagian dari AKB," katanya.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 melalui pernyataan Juru Bicara, Wiku Adisasmito, pun mengatakan bahwa masker scuba dan buff kurang efektif menangkal virus Corona. Masker scuba dan buff yang hanya memiliki satu lapisan dianggap terlalu tipis sehingga kemungkinan droplet tembus lebih besar.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement