REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pelanggan menempuh jalur hukum setelah ketumpahan teh panas yang dia pesan melalui layanan drive thru Starbucks. Luka bakar dari insiden tersebut diklaim menyebabkan rasa sakit yang terus berlanjut selama dua tahun.
Insiden ini terjadi pada 2018 ketika Tommy Piluyev dan istrinya mendatangi kedai Starbucks di Northern California. Melalui layanan drive thru, keduanya memesan dua Honey Citrus Mint Tea panas.
Ketika pegawai memberikan pesanan tersebut lewat jendela, bagian penutup gelas teh terlepas. Akibatnya, teh panas di dalamnya tumpah dan mengenai tangan, perut, dan area panggul Piluyev.
"Terselimuti teh yang panas, dan tak mampu membuka pintu untuk keluar, karena (posisinya) dekat dengan drive-thru window," jelas perwakilan Piluyev dalam gugatan, seperti dilansir Today.
Setelah insiden tersebut terjadi, Piluyev lalu mencari area parkir. Setelah itu, dia keluar dari kendaraan dan menanggalkan celana yang dia kenakan.
Tak lama setelahnya, Piluyev mendatangi unit gawat darurat terdekat untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik. Di sana, Piluyev diketahui mengalami luka bakar dengan ketebalan sebagian yang disertai lepuh pada perut kiri bawah, paha, penis, skrotum, peritoneum, dan bokong. Piluyev juga mengalami luka bakar pada area telapak tangan dan kesembilan jari tangannya.
Dalam gugatan diungkapkan bahwa Piluyev harus menjalani rawat inap selama 11 hari di unit luka bakar. Selama perawatan, Piluyev harus mendapatkan pengendali rasa sakit secara intravena serta perawatan luka yang intensif dan invasif.
Lima bulan setelah keluar dari rumah sakit, Piluyev mulai mendapatkan kembali kemampuan untuk berjalan, merasakan sensasi sentuhan pada beberapa jarinya, menggendong anaknya, dan menggunakan keyboard komputer. Akan tetapi, Piluyev belum bisa kembali bermain piano.
Piluyev dan istrinya Liudmila Maftey, tak hanya menuntut Starbucks, tetapi juga Pactiv Packaging Inc. Brand yang kedua adalah produsen gelas dan penutup yang digunakan oleh Starbucks. Pasangan suami dan istri tersebut mengajukan tuntutan atas kecacatan produk dan kelalaian.
Pasangan tersebut mengklaim insiden teh panas ini turut memengaruhi hubungan mereka, khususnya hubungan intim mereka. Sensitivitas, perubahan warna kulit permanen serta kerusakan di bagian alat kelamin dan paha bagian dalam Piluyev membuat hubungan intim mereka menjadi canggung dan menyakitkan.
Kuasa hukum Piluyev dan Maftey, Whitney Davis, mengatakan, kedua perusahaan bertanggung jawab untuk memperbaiki masalah ini. Menurut Davis, seluruh luka bakar yang dialami Piluyev disebabkan oleh kecacatan pada penutup gelas yang sudah diketahui manajemen Starbucks selama beberapa tahun.
Menumpahkan teh bersuhu 83-93 derajat Celsiun pada pelanggan biasanya merupakan sebuah kecelakaan. Akan tetapi, bila kejadian tersebut terjadi beberapa kali dalam sehari di layanan drive-thru karena penggunaan penutup gelas yang cacat, itu tak bisa disebut kecelakaan.
"(Dalam kondisi tersebut) bahaya bukan sebuah kecelakaan, itu sebuah kepastian," kata Davis.
Juru Bicara Starbucks mengatakan, pihak mereka telah melakukan investigasi terhadap kasus tersebut. Mereka menemukan bahwa pesanan telah diterima dengan baik oleh pelanggan saat kejadian. Oleh karena itu, klaim Piluyev dinilai tidak berdasar meski pihak Starbucks tetap berempati pada rasa sakit dan penderitaan yang dialami Piluyev.
"Kami menjunjung tanggung jawab kami dalam menyediakan lingkungan yang aman denagn serius dan kami akan terus melakukannya," jelas Juru Bicara Starbucks.