REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA— Farah terpaksa harus melepas jilbabnya, yang telah dikenakannya sejak remaja, ketika bekerja di sebuah rumah sakit di Singapura.
Meski tidak ada larangan berjilbab di Singapura, namun sebagian besar profesi melarang para karyawannya mengenakan atribut keagamaan, khususnya jilbab.
Farah hanyalah satu di antara sekian banyak Muslim, sekitar 15 persen dari populasi penduduk Singapura, yang mendapatkan diskriminasi tersebut. Wanita yang bekerja sebagai fisioterapis itu bergabung dengan 50 ribu partisipan lain telah mendukung petisi online agar diskriminasi di tempat kerja ini segera dihentikan.
“Mereka mengatakan kepada saya bahwa saya tidak dapat bekerja di sini jika saya mengenakan jilbab,” kata Farah yang dikutip di Reuters, Senin (21/9).