Senin 21 Sep 2020 18:14 WIB

Pilkada Sesuai Jadwal Tahapan, Penyelenggara Jadi Korban

Baik pemerintah dan DPR kompak tidak akan menunda Pilkada Serentak pada 9 Desember.

Red: Andri Saubani
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menjadi salah satu penyelenggara pemilu yang juga terkonfirmasi positif Covid-19. (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menjadi salah satu penyelenggara pemilu yang juga terkonfirmasi positif Covid-19. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar Mimi Kartika

Pilkada Serentak yang dijadwalkan pada 9 Desember 2020 sepertinya tidak akan ditunda. Pihak Istana hari ini bahkan menegaskan pilkada tetap akan berlangsung sesuai jadwal meskipun berbagai kalangan mendesak agar ditunda.

Baca Juga

"Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih," ujar Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman dalam siaran resminya, Senin (21/9).

Presiden Jokowi, kata Fadjroel, menegaskan penyelenggaraan Pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir, karena tidak satu negara tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Karena itu, penyelenggaraan Pilkada harus dilaksanakan dengan protokol kesehatan ketat agar aman dan tetap demokratis.

Pada hari ini, Komisi II DPR menggelar rapat kerja dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), Senin (21/9). Mayoritas fraksi di DPR pun mendukung agar Pilkada Serentak tetap sesuai jadwal tahapan dan digelar 9 Desember 2020.

"Demokrasi tidak boleh tertunda karena Covid, demokrasi harus jalan, demokrasi hak rakyat," kata anggota Komisi II Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang dalam rapat kerja komisi II dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu, Senin (21/9).

Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar Agung Widyantoro mengatakan, berdasarkan penjelasan Kemendagri dan KPU, belum ditemukan alasan perlu ditundanya pilkada serentak untuk kedua kali. Menurutnya kekhawatiran sejumlah pihak cukup beralasan, namun dirinya meminta agar pihak-pihak yang selama ini vokal menunda pilkada menahan diri untuk berkomentar.

"Berikanlah kesempatan kepada pemerintah melalui Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP, untuk bekerja secara maksimal," ujar Agung.

Sementara, anggota Komisi II Fraksi PP Syamsurizal mengatakan berdasarkan analisa SWOT yang telah ia lakukan, dirinya menyimpulkan bahwa Pilkada Serentak lebih banyak manfaatnya jika dilanjutkan ketimbang ditunda. Analisis tersebut ia lakukan setelah melihat banyaknya desakan sejumlah pihak yang meminta agar pilkada ditunda.

"Saya melihat ada satu kebaikan jika pilkada serentak ditunda dan ada sembilan kemudharatan dikaitkan dengan proses penyelenggaran negara ini yang kita temui kalau pelaksanaaan pilkada itu ditunda," ucapnya.

Kemudian Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS Nasir Djamil mengingatkan kembali sikap presiden yang meminta agar Pilkada Serentak 2020 tetap dilanjutkan. Nasir meminta agar presiden tidak lagi berubah pikiran dengan adanya berbagai desakan dari berbagai pihak.

"Jangan lagi nanti ketika ada desakan, desakan, desakan kemudian mundur lagi nih presiden, yang bingung nanti para menteri, yang bingung nanti para penyelenggara," ungkapnya.

Namun demikin, pendapat berbeda diutarakan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang mengatakan, penundaan Pilkada 2020 perlu dipertimbangkan pemerintah. Mengingat, kasus positif Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat.

Apalagi, implementasi sanksi pelanggar protokol kesehatan selama tahapan pilkada belumlah tegas. Sehingga, pilkada justru ditakutkan menjadi klaster baru Covid-19.

"Perlu juga dipertimbangkan opsi untuk penundaan, tapi itu kita akan lihat setelah revisi dijalankan," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (21/9).

Penundaan Pilkada 2020, kata Dasco, tentu akan menimbulkan sejumlah permasalahan baru. Salah satunya adalah kekosongan kursi pimpinan di banyak daerah.

"Ini semua memang mesti dihitung, karena kesiapan-kesiapan penundaan pilkada ini bukan sekadar ditunda, tapi kemudian mesti ada penunjukkan Plt dan sebagainya," ujar Dasco.

Sebelum adanya pembahasan penundaan Pilkada 2020, penyelenggara pilkada perlu mengevaluasi dan merevisi peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang ada saat ini. Khususnya perihal implementasi protokol pencegahan Covid-19.

"Apabila nanti setelah revisi, implementasi di lapangan tidak memungkinkan malah kemudian menjadi kluster baru, ya hal penundaan patut dipertimbangkan," ujar Dasco.

Jika merujuk pada tahapan Pilkada 2020, setidaknya masih ada tiga tahapan yang berpotensi memunculkan kerumunan. Yakni pada 23 September saat penetapan calon oleh KPU di daerah, tahap masa kampanye pada 26 September - 5 Desember (71 hari), dan tahap pencoblosan pada 9 Desember.

Sebelumnya, Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan rekomendasi agar pelaksanaan pilkada serentak ditunda demi menghindari penyebaran Covid-19 yang semakin meluas di masyarakat.

Korban penyelenggara pilkada

Tahapan Pilkada 2020 yang terus dijalankan di tengah pandemi Covid-19 terbukti telah memakan banyak korban. Jumlah penyelenggara pilkada dari jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinyatakan positif Covid-19 mencapai 92 orang per 20 September 2020.

"Ketua anggota KPU (Republik Indonesia) Insya Allah sekarang sudah dua orang (positif Covid-19), jadi Bu Evi sudah dinyatakan negatif," ujar Ilham dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI, Senin (21/9).

Ia menyebutkan, Ketua KPU RI Arief Budiman dan Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi dinyatakan positif Covid-19 dan sedang menjalani isolasi mandiri karena tidak merasakan gejala. Sedangkan, Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik sudah negatif Covid-19.

Jajaran sekretariat jenderal KPU RI ada 32 orang yang dinyatakan positif. Sampai saat ini yang sedang masa penyembuhan tiga orang.

Sementara, ada satu orang anggota KPU provinsi yang terkonfimasi positif Covid-19. Kemudian ketua/anggota KPU kabupaten/kota yang positif Covid-19 mencapai delapan orang dan pegawai sekretariat ada 19 orang yang dinyatakan positif Covid-19.

"Dan seluruhnya Insya Allah sudah dalam masa penyembuhan," kata Ilham.

Di tambah ada 29 anggota penyelenggara ad hoc yang juga dinyatakan positif Covid-19. KPU berharap jajarannya yang positif Covid-19 segera dinyatakan negatif.

Tidak hanya jajaran KPU, sebanyak 163 jajaran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga terkonfirmasi positif Covid-19, mulai dari pegawai sekretariat di Bawaslu RI hingga anggota pengawas pemilihan tingkat kecamatan (panwascam) dan kelurahan/desa (panwaskel). Dari jumlah itu, sebagian sudah dinyatakan negatif dan lainnya masih dalam proses penyembuhan.

"Ada enam orang terkonfirmasi positif, kemudian lima sembuh, jadi satu masih dalam proses penyembuhan. Di Bawaslu RI ini semuanya sekretariat pegawai," ujar Ketua Bawaslu RI, Abhan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI, Senin (21/9).

Kemudian, jajaran sekretariat Bawaslu provinsi yang positif Covid-19 sebanyak 10 orang, empat orang sudah sembuh. Sementara 13 orang lainnya juga dinyatakan reaktif.

Selain itu, 12 orang pengawas di tingkat Bawaslu kabupaten/kota terkonfirmasi positif Covid-19, tetapi sudah sembuh semua. Ada tiga orang pengawas yang dinyatakan reaktif.

Jajaran sekretariat Bawaslu kabupaten/kota terdapat 17 orang terkonfirmasi posifiti Covid-19, 13 orang sudah sembuh. Ada dua orang yang reaktif.

Lalu jajaran panwascam ada 30 orang yang dinyatakan positif Covid-19, 22 orang di antaranya sudah sembuh. Ada juga 22 orang panwascam yang dinyatakan reaktif.

Tak hanya itu, 88 orang panwaskel juga dinyatakan positif Covid-19, tetapi 82 orang sudah sembuh. Ada delapan orang yang reaktif. "Ini yang kemarin kami sampaikan ini ada di jajaran Kabupaten Boyolali," kata Abhan.

photo
Pilkada dalam bayang-bayang Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement