REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Muhammad Shtayyeh menuding Amerika Serikat (AS) memberlakukan blokade ekonomi dan politik terhadap negaranya. Presiden AS Donald Trump menjadi tokoh yang mengatur hal tersebut.
Shtayyeh mengungkapkan Trump telah memotong bantuan untuk Palestina. Selain itu, Trump mencegah beberapa negara Arab memenuhi kewajibannya terhadap Palestina. Shtayyeh menilai kebijakan itu bertujuan untuk menekan kepemimpinan Palestina dan memaksanya menukar hak dengan uang.
"Pemilik hak itu kuat, dan dia yang memiliki kemauan dan kepercayaan pada tanah airnya serta kepatuhannya pada tanahnya tidak akan kompromi demi uang," kata Shtayyeh saat berbicara di rapat kabinet mingguan pada Ahad (20/9), dilaporkan laman Anadolu Agency.
Dia menegaskan Palestina tidak akan menggadai hak mereka demi uang. "Kami akan tetap menentang tekanan serta bertekad mencapai hak, kebebasan, dan kemerdekaan," ujarnya.
Pada Kamis pekan lalu, Duta Besar AS untuk Israel David Friedman mengatakan kepada surat kabar Israel Hayom bahwa ada elemen dalam pemerintahan AS yang mendukung mantan pejabat Fatah Mohamed Dahlan untuk menggantikan Mahmoud Abbas sebagai presiden Palestina. "Kami sedang memikirkannya, tetapi kami tidak memiliki keinginan untuk merekayasa kepemimpinan Palestina," ucapnya.
Dahlan adalah sosok kontroversial yang disembunyikan oleh Uni Emirat Arab (UEA). Dia menghadapi masalah hukum berupa beberapa tuduhan di Palestina dan Turki. Dia dituding melakukan pembunuhan, korupsi, dan terlibat dalam upaya kudeta 2016 yang kalah di Turki.
UEA dan Israel menyepakati perjanjian normalisasi hubungan diplomatik pada 13 Agustus lalu. Itu merupakan kesepakatan perdamaian pertama yang dicapai Israel dengan negara Arab dalam 26 tahun. Tel Aviv terakhir kali menandatangani perjanjian semacam itu pada 1994 dengan Yordania. Belum genap sebulan pasca-perjanjian dengan UEA, tepatnya pada 11 September lalu, Israel berhasil menyepakati normalisasi dengan Bahrain.