REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, pemulihan atau pengambilalihan aset sitaan menjadi salah satu opsi dalam penyelesaian kasus PT Jiwasraya. Pengambilalihan aset sitaan ini bisa membantu Jiwasraya membayarkan dana nasabah.
"Pemulihan atau pengambilalihan aset dari upaya hukum itu memang sudah menjadi salah satu opsi skema penyelesaian kasus Jiwasraya," ujar Irvan saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (21/9).
Kendati begitu, lanjut Irvan, proses ini memerlukan sejumlah mekanisme lantaran aset sitaan akan masuk ke kas negara terlebih dahulu dan akan disalurkan ke Jiwasraya lewat penyertaan modal negara (PMN). Kata Irvan, skema ini sudah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengajukan usulan PMN sebesar Rp 20 triliun untuk PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) yang sebagian besar dana tersebut dialokasikan untuk Jiwasraya.
"Pemulihan aset tidak serta merta digelontorkan ke Jiwasraya, dia akan masuk dulu ke kas negara, masuk ke APBN 2021," ucap Irvan.
Selain itu, kata Irvan, kondisi aset juga sangat berpengaruh dalam percepatan penyelesaian Jiwasraya. Irvan menilai, aset sitaan harus bersifat likuid atau mudah dicairkan. Kata dia, kondisi aset sitaan yang berupa barang tidak bergerak seperti tanah akan memperlambat proses penyelesaian Jiwasraya lantaran memerlukan waktu yang cukup lama.
"Bisa jadi aset itu sebagian besar barang-barang tidak bergerak, kalau berupa tanah, itu akan memakan waktu apalagi ada yang di antaranya sudah menjadi perumahan atau atau kalau saham apakah nilai sahamnya masih sebesar itu," ungkapnya.
Irvan berharap, aset sitaan nantinya merupakan aset-aset yang mudah dicairkan. Menurut dia, pemulihan aset dengan nilai yang besar sangat membantu proses penyelesaian Jiwasraya.
"Jadi ada dua sisi, satu soal likuiditasnya dan satu lagi soal mekanisme karena harus lewat kas negara dan APBN dulu, itu akan memakan waktu, sementara nasabah sudah dua tahun ini sangat menunggu pencairan gagal bayar Jiwasraya," ucap Irvan.