REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, diberikannya potongan masa hukuman kepada para koruptor akan memberikan imej buruk terhadap penegakan hukum di masyarakat. Hingga saat ini, KPK mencatat, setidaknya ada 20 perkara dimana upaya PK telah dikabulkan majelis hakim Mahkamah Agung (MA).
"Fenomena ini akan memberikan imej buruk dihadapan masyarakat yang makin kritis terhadap putusan peradilan yang pada gilirannya tingkat kepercayaan publik atas lembaga peradilan pun semakin tergerus," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, (21/9).
Dia mengatakan, pemotongan masa hukuman itu dapat mengurangi efek jera sekaligus mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Kata dia, hilangnya efek jera itu juga membuat upaya pemberantasan korupsi tidak membuahkan hasil.
Ali mengungkapkan, bahwa kondisi tersebut hanya akan semakin memperparah berkembangnya pelaku korupsi di Indonesia. Meski demikian, dia mengatakan, kalau KPK tidak punya pilihan selain menghormati putusan majelis hakim MA.
Menurutnya, dibutuhkan komitmen kuat jika ingin memberantas korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Dia mengatakan, hal itu harus dimulai dari pimpinan negara hingga penegak hukum harus memiliki visi sama utamanya dalam upaya pemberantasan korupsi.
Ali mengatakan, KPK mendorong MA segera mengimplementasikan Perma tentang pedoman pemidanaan pada seluruh tingkat peradilan. Kata dia, pedoman tersebut tentu termasuk mengikat pula berlakunya bagi majelis hakim tingkat PK.
Sebelumnya, KPK mencatat setidaknya ada 20 perkara yang ditangani KPK sepanjang 2019-2020 dimana masa hukumannya telah dipotong MA. Lembaga anti-rasuah itupun berharap agar fenomena ini tidak terjadi berkepanjangan.
Di antara nama-nama yang mendapat potongan hukuman berdasarkan putusan MA antara lain mantan anggota DPR Musa Zainuddin yang sebelumnya mendapatkan hukuman dari 9 tahun menjadi 6 tahun penjara. Hal serupa juga didapatkan terdakwa kasus suap pengurusan perkara Saipul Jamil, Rohadi yang dikurangi masa hukuman dari 7 tahun menjadi 5 tahun penjara.
Keringanan hukuman juga didapatkan mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar yang dipangkas dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara. Bekas calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun juga menerima pemotongan hukuman dari 5 tahun 6 bulan menjadi 4 tahun penjara.
Begitu juga dengan nama-nama lain semisal mantan walikota Kendari Adriatma Dwi Putra, mantan panitera pengganti PN Bengkulu Badaruddin Bachsin alias Billy, mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo, terpidana suap perizinan proyek Meikarta Billy Sindoro, mantan ketua DPD Irman Gusman hingga mantan anggota DPRD DKI Jakarta M Sanusi.