Senin 21 Sep 2020 21:51 WIB

KPU Diminta Diskualifikasi Cakada Langgar Protokol Kesehatan

Cakada dan masyarakat harus disiplin menerapkan protokol kesehatan.

KPU Diminta Diskualifikasi Cakada Langgar Protokol Kesehatan. Foto: Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
KPU Diminta Diskualifikasi Cakada Langgar Protokol Kesehatan. Foto: Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy, Endang Tirtana mengatakan, saran dan pandangan dari masyarakat harus menjadi pertimbangan KPU dan DPR untuk melanjutkan pilkada tahun ini. Sebab Perpu No 2 Tahun 2020 secara jelas mengatur jika dalam hal pemungutan serentak tidak dapat dilaksanakan, maka KPU, DPR dan Pemerintah dapat melakukan penundaan.

"Untuk itu, KPU sebagai pelaksana, mestinya memberikan penjelasan secara terbuka terkait hasil kajian dan pemantaun lapangan mereka tentang terkait pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020," katanya, Senin (21/9).

Baca Juga

Seperti diketahui, beberapa hari terakhir tokoh masyarakat dan organisasi sosial mendesak pemerintah agar menunda pilkada demi keselamatan karena penyebaran Covid-19 belum melandai. Berkaca pada tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah, dikhawatirkan pilkada menjadi klaster penyebaran baru.

Namun, lanjut Endang, pelaksanaan pilkada bisa dilaksanakan dengan mengedepankan protokol kesehatan, baik pada masa kampanye maupun pemungutan suara. Harus ada aturan tegas yang bisa membuat jera para calon kepala daerah maupun tim sukses jika melakukan pelanggaran protokol kesehatan.

"KPU juga harus secara tegas memberikan sanksi kepada Cakada (Calon kepala daerah) yang melanggar, sanksinya berupa diskualifikasi, agar bisa menjadi perhatian khusus kepada Cakada-Cakada yang bertarung," terangnya.

Endang mengungkapkan, tidak ada kepastian pandemi Covid-19 ini akan berakhir kapan. Penelitian untuk mencari vaksin virus asal Wuhan, China itu masih terus dilakukan. Akhirnya pemerintah memilih melanjutkan Pilkada dengan mengutamakan prosedur kesehatan yang ketat.

"Mengundur Pilkada sama dengan menunda sirkulasi demokrasi di 270 Kabupaten/Kota. Demokrasi yang mandek akan menjadi letupan sosial tersendiri dan itu tidak bagus jika terjadi di tengah krisis ekonomi dan pandemi yang datang bersamaan," tegasnya.

Demi melancarkan pilkada, masyarakat diminta untuk displin terhadap protokol kesehatan. Salah satu hal yang menjadi perhatian jika Pilkada ditunda adalah terkait legitimasi kepala daerah yang lemah dan secara aturan juga dibatasi kewenangan pelaksana tugas kepala daerah.

"Sehingga bisa mengakibatkan sulit mengambil putusan-putusan strategis dalam kondisi dimana situasi sekarang perlu kecepatan putusan-putusan," ujarnya.

Endang menyakini, Pilkada tahun ini dapat diselenggarakan dengan baik selama semua patuh terhadap protokol kesehatan.

"Bisa dirasakan dilema yang dirasakan pemerintah menghadapi pilihan antara menunda dan melanjutkan Pilkada pada Desember 2020. Sama dilemanya dengan memilih antara menyelamatkan ekonomi nasional dengan upaya menekan penyebaran virus Corona," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement