REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan Arteria Dahlan mengaku memahami maksud mengapa pemerintah tetap berniat melangsungkan Pilkada di 270 daerah pada 9 Desember 2020 meskipun berbagai lapisan masyarakat mendesak agar Pilkada ditunda karena Covid-19 belum reda. "Ini adalah pilihan terbaik dalam keadaan yang buruk seperti sekarang ini," kata Arteria dalam pesan tertulisnya saat dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (22/9).
Hingga saat ini, ia mengingatkan, semua negara belum dapat memastikan kapan pandemi Covid-19 ini akan selesai. Padahal, lanjut Arteria, negara perlu menjamin hak Konstitusional rakyat yakni hak memilih maupun dipilih.
Dalam aspek pemerintahan, negara wajib memastikan bahwa masa jabatan seorang kepala daerah tidak boleh berkurang atau berlebih. Dengan demikian, sikap pemerintah bersama DPR dan KPU serta Bawaslu untuk tetap melaksanakan Pilkada serentak 9 Desember dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan secara ketat dan penegakan disiplin disertai dengan sanksi hukum yang tegas terhadap pelanggar wajib kita apresiasi.
"Saat ini kan sudah terbukti bahwa pemerintah sangat serius untuk dapat menghadirkan pilkada yang sehat, bermartabat, dan aman melalui penyiapan regulasi aparatur maupun sarana dan prasarana pemilu dalam pandemi Covid," ujar Arteria.
Saat ini, regulasi, aparatur, dan stakeholder pilkada serta sistem dan manajemen kepemiluan sudah dikonstruksikan untuk mengahadapi pemilu di tengah pandemi Covid. Karena itu, ia menilai, akan menimbulkan masalah baru, baik secara sosial, politik, ekonomi, kesehatan, maupun demokrasi, jika pilkada itu ditunda.
Arteria mengatakan waktu adalah substansi dari Pilkada. "Artinya perubahan jadwal pemungutan dan perhitungan suara akan sangat menentukan terpilihnya pasangan calon, bisa saja apabila pilkada digeser satu bulan, seminggu, atau satu hari pun akan menentukan keterpilihan salah satu pasangan calon," kata dia.
Sebab, waktu berkaitan dengan strategi pemenangan, konfigurasi politik yang tengah berlangsung. Karena itu, penegasan pemerintah bersama DPR terkait penetapan tanggal 9 Desember menurutnya harus dipahami, paling tidak dalam aspek kepastian hukum pelaksanaan pilkada nya.
Arteria pun meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk kembali memastikan PKPU maupun Perbawaslu agar dapat disesuaikan tidak hanya dengan UU Nomer 10 tahun 2016 akan tetapi juga disesuaikan dengan Ketentuan Kedaruratan Kesehatan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 dan UU Nomer 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta Ketentuan Protokol Kedaruratan Kesahatan Pandemi Covid-19.
"Toh sekalipun keadaan sangat darurat UU Pilkada sudah memiliki ketentuan sebagaimana diatur 201A dimana penundaan Pilkada masih memungkinan untuk dilaksanakan karena bencana non-alam," kata Arteria menambahkan.