REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kematian mendadak sekitar 330 gajah di wilayah barat laut Botswana pada awal tahun ini diduga terjadi karena kontaminasi air beracun. Hal ini diumumkan oleh pemerintah negara itu pada Senin (22/9).
Dilansir CBC, air beracun yang diminum ratusan gajah tercemar oleh mekarnya racun cyanobacterium, ganggang biru-hijau di wilayah barat laut Botswana, tepatnya di Seronga, dekat dengan Delta Okavango. Gajah dilaporkan mengalami kelainan saraf yang tidak dapat dijeskan setelah wadah air mengering.
Cyril Taolo, direktur Departemen Margasatwa dan Taman Nasional mengatakan tidak ada spesies satwa liar lain yang terpengaruh oleh air beracun di daerah Seronga tersebut. Bahkan, termasuk pemakan bangkai gajah, seperti hyena dan burung nasar, yang mengamati memakan bangkai gajah tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit.
"Karakteristik peristiwa kematian dan temuan lapangan, klinis, postmortem, histopatologi, dan laboratorium menunjukkan gajah mati karena neurotoksik cyanobacterium (alga biru-hijau) toksikosis yang terkait dengan mekarnya racun cyanobacterium dalam wadan air musiman di wilayah tersebut," ujar Taolo.
Dengan perkiraan 130.000 gajah, Botswana memiliki populasi pachyderms terbesar di dunia yang selama ini menarik bagi wisatawan internasional. Setelah kematian misterius gajah di daerah Seronga, pemerintah negara itu melakukan tes ekstensif untuk menentukan penyebab kematian tersebut.
Pemeriksaan ini meliabtkan gajah jantan maupun betina dari segala usia mati, dengan tanda klinis terbatas pada gejala neurologi. Paolo mengatakan kematian terjadi terutama di dekat panci air musiman dan tidak menyebar ke luar wilayah yang awalnya terkena dampak.