Selasa 22 Sep 2020 14:33 WIB

Sekjen PBNU: Penanganan Covid-19 Perlu Tancap Gas Lagi

Persoalan penanganan Covid-19 terletak pada kecakapan tim yang dibentuk Presiden

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Esthi Maharani
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (kanan) bersama sekjen Helmy Faishal Zaini (kiri)
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (kanan) bersama sekjen Helmy Faishal Zaini (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini menyampaikan, persoalan dalam penanganan pandemi Covid-19 saat ini terletak pada kecakapan tim yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia mengatakan, upaya penanganan oleh tim tersebut harus lebih ditingkatkan lagi.

"Saya kira (tim itu) perlu tancap gas lagi. Perlu ditingkatkan. Karena kan sekarang di tengah kondisi kayak begini saja kan banyak kritik terhadap Kementerian Kesehatan yang tidak mengambil peran-peran strategis dan penting," tutur dia kepada Republika.co.id, Selasa (22/9).

Menurut Helmy, penanganan pandemi Covid-19 bukan soal Presiden Jokowi memberikan komando langsung atau tidak. Sebab Jokowi saat ini posisinya sebagai kepala negara. Dibentuk atau tidak dibentuk Satgas Covid-19, kata dia, Presiden tetap bertanggungjawab mengkomandani semua kegiatan penanganan pandemi.

"Jadi, masalahnya adalah bagaimana sekarang Presiden memilih tim yang cakap di dalam menghadapi situasi yang extraordinary ini. Kalau soal Presiden menjadi komandan langsung dalam urusan ini, disuruh atau tidak disuruh, itu sudah menjadi tugasnya," tambahnya.

"Jangan kan menghadapi Covid-19, menghadapi perang saja di Undang-Undang Dasar itu memang Presiden sebagai panglima tertinggi," tutur dia.

Helmy melanjutkan, dari sisi regulasi, pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah memang punya otoritas untuk melakukan kebijakan buka-tutup di wilayahnya. "Saya justru memandang bahwa PSBB yang dilakukan Pemda itu sangat relevan," jelasnya.

Sebab, jelas Helmy, kesadaran masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan sering kendor sehingga memang harus terus ditumbuhkan. "Dan untuk kesiapan kapasitas rumah sakit tentu harus memadai, dan tenaga medis harus menjadi concern kita bersama untuk bersama-sama membantu pemerintah," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement