Selasa 22 Sep 2020 17:36 WIB

Satgas Tolak Usulan Jatim Ubah Definisi Kematian Covid-19

Sejak awal pandemi, RI mengikuti cara pencatatan kematian Covid sesuai standar WHO.

Rep: Sapto Andika Candra, Dadang Kurnia/ Red: Andri Saubani
Petugas menyiapkan liang lahat untuk jenazah kasus Covid-19 di sebuah tempat pemakaman umum (TPU). Belakangan Jatim mengusulkan adanya perubahan definisi kematian Covid-19 kepada pemerintah pusat. (ilustrasi)
Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
Petugas menyiapkan liang lahat untuk jenazah kasus Covid-19 di sebuah tempat pemakaman umum (TPU). Belakangan Jatim mengusulkan adanya perubahan definisi kematian Covid-19 kepada pemerintah pusat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Penangan Covid-19 memastikan belum akan mengubah definisi kematian akibat Covid-19. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menjelaskan bahwa sejak awal pandemi Indonesia mengikuti tata cara pencatatan kematian yang diterapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Regulasi mengenai pencatatan kematian akibat Covid-19 ini pun dituangkan dalam Keputusan Menkes nomor HK 01.07/413 tahun 2020. Prinsipnya, ujar Wiku, kasus kematian yang dilaporkan adalah kasus konfirmasi atau probable Covid-19, termasuk penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan sindrom distres pernapasan akut (ARDS) dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19. Kendati belum memiliki hasil pemeriksaan lab RT-PCR, maka pasien tersebut tetap perlu dilaporkan.

Baca Juga

"Pada saat ini pemerintah Indonesia belum ada wacana untuk melakukan perubahan seperti yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Timur," kata Wiku dalam keterangan pers di kantor presiden, Selasa (22/9).  

Wiku menambahkan, definisi mengenai kematian akibat Covid-19 dan sistem pencatatannya berbeda-beda di sejumlah negara. Amerika Serikat (AS) misalnya, melakukan metode pencatatan kematian Covid-19 yang sama dengan Indonesia. AS menghitung kematian akibat Covid-19 meliputi kasus probable dan suspek.

"Mereka (AS) membedakan dalam pengkategorisasian pencatatannya. Sedangkan contoh lain, Inggris, hanya memasukkan pasien yang terbukti positif Covid19 melalui tes dalam pencatatan kematian," kata Wiku.

Dengan beragamnya pola pelaporan di masing-masing negara, ujar Wiku, maka angka kematian rata-rata yang dimiliki WHO saat ini adalah gabungan dari berbagai metode yang ada.

Usulan mengenai perubahan definisi kematian akibat Covid-19 diajukan oleh Pemprov Jatim bersama dengan Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim. Angka kematian rata-rata dunia adalah gabungan dari berbagai pencatatan yang ada di dunia yang juga ada variasinya.

Ketua Tim Kuratif Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur dr. Joni Wahyudi melihat perlu ada pelurusan mengenai pemberian status kematian akibat Covid-19. Ia berpendapat harus ada perbedaan klasifikasi meninggal dunia seperti standar badan kesehatan dunia (WHO).

"Usulan kita kalau melihat di pengisian sistem online Kementerian Kesehatan, jadi angka kasus bukan berdasarkan rantai kasus sesuai WHO, namun kriteria saat Covid-19 pasien meninggal ini dicap negatif, probable dan confirm," ujar Joni.

Pedoman WHO yang ditunjukkan Joni, dokter mencatat sejak awal penyebab pasien meninggal mulai masuk kategori suspect. Gejala yang dirasakan direkam, termasuk memastikan penyakit penyertanya. Kemudian dipastikan ada pneumonia atau tidak, barulah ditentukan menentukan penyebab kematiannya.

"Definisi kematian karena Covid-19 untuk tujuan pengawasan sebagai kematian yang kompatibel secara klinis dalam kasus Covid-19 yang suspect atau probable," ujarnya.

Dirut RSUD dr. Soetomo itu memandang pasien suspect tidak selalu kematiannya dikatakan karena Covid-19. Sebab, suspect masih perlu pemeriksaan laboratorium, seperti tes klinisnya, toraks fotonya, riwayat kontaknya dengan pasien terkonfirmasi, hingga gejalanya.

Pasien berstatus suspect maupun terkonfirmasi baru bisa dikatakan meninggal dunia karena Covid-19 jika disebabkan gagal nafas. Namun, bila ada penyebab kematian lainnya tidak dapat dikaitkan dengan Covid-19.

Ia mencontohkan pasien kecelakaan, saat dites swab positif Covid-19, kemudian meninggal dunia. Tidak bisa pasien tersebut dikatakan meninggal dunia akibat Covid-19.

"Harusnya bukan (masuk kematian akibat) Covid-19," kata dia.

Kondisi yang sama juga terjadi pada penyakit lainnya. Misalkan kanker kronis kemudian meninggal dunia. Setelah di tes swab juga hasilnya positif Covid-19.

"Ini bukan Covid-19. Tapi karena kanker. Ini harus dihitung secara independen yang diduga memicu perjalanan Covid-19,” ujarnya.

photo
Risiko kematian anak saat pandemi Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement