REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong sektor manufaktur di Tanah Air agar dapat memanfaatkan teknologi industri 4.0. Hal ini sesuai implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0 yang bertujuan meningkatkan daya saing industri nasional di kancah global.
“Salah satu visi Making Indonesia 4.0 yakni menjadikan Indonesia masuk jajaran 10 ekonomi terbesar pada 2030,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (22/9).
Menurutnya, penerapan program prioritas tersebut secara langsung bakal berdampak terhadap revitalisasi sektor manufaktur dan diharapkan mampu meningkatkan kontribusi ekspor netto hingga 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ia mengatakan, roadmap Making Indonesia 4.0 akan memberikan arah dan strategi jelas bagi pergerakan industri di Indonesia pada masa mendatang,” jelasnya. Dirinya melanjutkan, pemanfaatan teknologi industri 4.0 diyakini memberikan keuntungan bagi perusahaan, antara lain dapat menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12 sampai 15 persen.
“Oleh karena itu, guna mencapai target yang ditetapkan, infrastruktur digital perlu dikembangkan,” tegas dia. Adapun sejumlah teknologi digital yang menjadi kunci pembangunan sistem industri 4.0, di antaranya Artificial Intelligence, Internet of Things (IoT), Cloud, Augmented Reality, Virtual Reality, Advanced Robotic dan 3D printing.
Agus menuturkan, Berdasarkan penelitian dari McKinsey & Company, pembangunan infrastruktur digital di Indonesia akan membawa peluang positif hingga 150 miliar dolar AS terhadap perekonomian global dunia pada 2025. Apalagi, potensi tersebut didukung karena Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna internet tertinggi di dunia.
Merujuk data dari HootSuite, masyarakat Indonesia yang menggunakan koneksi internet di perangkat mobile seperti smartphone atau tablet mencapai 338,2 juta pengguna atau melebihi jumlah penduduk. “Sebab, rata-rata orang Indonesia punya dua ponsel. Sedangkan, penetrasi internet mencapai 175,4 juta orang atau sekitar 64 persen total penduduk di Indonesia, dengan pengguna sosial media sebanyak 160 juta,” jelas Agus.
Selain itu, kata dia, pangsa pasar IoT di Indonesia diperkirakan berkembang pesat dan akan mencapai nilai Rp 444 triliun pada 2022. Nilai tersebut disumbang dari konten dan aplikasi sebesar Rp 192,1 triliun, disusul platform Rp 156,8 triliun, perangkat IoT Rp 56 triliun, serta network dan gateway Rp 39,1 triliun.
“Bisa dibayangkan perkembangan pesat ini merupakan kesempatan bagi kita semua,” ujar dia. Bahkan, selesainya proyek infrastruktur telekomunikasi Palapa Ring pada 2019, dinilai bisa menopang akses internet berkecepatan tinggi, yang diharapkan menjadi solusi bagi konektivitas di Indonesia.
“Dengan begitu, diyakini tidak akan ada permasalahan dalam konektivitas IoT. Baik dengan konektivitas langsung (dari end device ke server atau cloud) atau dari gateway ke server atau cloud,” ungkapnya.
Kemudian, sebagai upaya mengajak sektor Industri Kecil Menengah (IKM) agar bisa melek digital, sejak 2017 Kemenperin telah meluncurkan program e-Smart IKM. Langkah ini untuk memperkenalkan dan membiasakan pelaku IKM nasional dalam pemanfaatan e-commerce atau digital platform, supaya mereka bisa lebih fleksibel sekaligus memperluas penetrasi pasar dalam menjual produknya.
“Kemenperin juga mempunyai program Startup Industry yang berjalan dengan baik. Secara ekonomis, pemanfaatan teknologi dari program bisa dirasakan oleh seluruh industri, baik IKM maupun industri besar,” sebut Agus.
Menteri AGK menambahkan, di awal peluncuran Making Indonesia 4.0 pada 2018, telah ditetapkan lima sektor prioritas, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronik. Namun, belakangan ini Kemenperin menambahkan dua sektor lagi, yaitu industri farmasi dan alat kesehatan. Sektor tersebut mengalami permintaan tinggi di masa pandemi Covid-19.
“Indonesia memperoleh lesson learned yang sangat berharga, yang kemudian diadopsi oleh Kemenperin menjadi kebijakan strategis. Kami menyadari Indonesia harus menjadi negara yang mandiri di sektor kesehatan, berarti mempunyai industri yang kuat di sektor alat kesehatan dan juga farmasi,” tuturnya.