REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa dua tersangka kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung pada tahun 2011-2016, Nurhadi (NHD) dan Rezky Herbiyono (RHE). Pada pemeriksaan kali ini, mantan Sekretaris MA dan menantunya itu dicecar soal kepemilikan aset yang bersumber dari berbagai pihak.
"Tersangka NHD dan RHE masing-masing diperiksa sebagai tersangka. Penyidik terus melakukan pendalaman dan konfirmasi mengenai dugaan kepemilikan aset yang bersumber dari pemberian berbagai pihak," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (22/9).
Sebelumnya pada Kamis (17/9), keduanya juga telah diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka. Saat itu, penyidik mendalami peran aktif Nurhadi dan Rezky dalam kasus tersebut.
Selain Nurhadi dan Rezky, KPK juga telah menetapkan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS) sebagai tersangka. Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah menyita beberapa aset diduga terkait dengan kasus Nurhadi seperti lahan kelapa sawit di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, vila di Megamendung, Kabupaten Bogor dan belasan kendaraan mewah.
Terkait aset-aset tersebut, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut ke arah dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).