REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) berhasil mengungkap kasus penipuan pinjaman daring (online) tanpa adminstrasi. Korbannya mencapai 49 orang dari seorang tersangka inisial J.
Direktur Reserse dan Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sultra, Kombes Pol Heri Tri Maryadi mengungkapkan tersangka ditangkap karena ada seorang korban bernama Ririn melaporkan kejadian tersebut pada 19 September 2020.
Kombes Heri menjelaskan, pelapor Ririn awalnya mendapatkan informasi bahwa ada akun untuk meminjam uang tanpa administrasi sehingga ia tertarik dan pelaku terus melakukan komunikasi dengan pelapor dan meminta administrasi. Pertama administrasi Rp 150 ribu lalu dikirim oleh pelapor. Kemudian tersangka kembali meminta administrasi sebanyak Rp 700 ribu. Lalu kembali meminta uang sebesar Rp 1,3 juta dan korban pun mengirim uang tersebut.
"Dia (Ririn) kemudian melapor ke Polda, kami cek Posnya, ternyata ada di wilayah hukum Provinsi Sulawesi Selatan di Polres Sidrap. Kami dibantu Polres Sidrap untuk melakukan penggeledahan yang memang kami sudah ketahui alamatnya," kata Kombes Heri, saat merilis kasus pengungkapan tersebut, Selasa (22/9).
Kombes Heri mengungkapkan, setelah pihaknya melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap tersangka, yang dibantu jajaran Polres Sidrap, pihaknya melakukan pengecekan terhadap telepon seluler milik tersangka. Dari situ ditemukan nama Ririn (pelapor) masuk nama kontak terakhir.
"Dan kami ungkap ternyata ada 49 KTP seluruh Indonesia (yang menjadi korban), dari berbagai daerah. Dan kami sudah melakukan interogasi cukup besar juga kerugian-kerugian yang sudah dimiliki oleh si terlapor (J)," jelasnya.
Dia mengungkapkan bahwa dari 49 KTP yang menjadi korban penipuan pinjaman daring tersebut kerugian yang ditaksir mencapai hingga Rp 50 juta. Dia juga menyampaikan bahwa tersangka beraksi bersama rekannya satu orang yang saat ini identitasnya telah diketahui Ditreskrimsus Polda Sultra.
"Sementara ini dia berdua. Kita lihat juga nanti jaringannya seperti apa, karena penipuan ini biasanya satu sindikat. Apakah ini dia ada kotak dengan beberapa pelaku lainnya, kita lihat nanti di handphone, kita akan melakukan profiling, terus kemudian akan dikloning, supaya bisa terlihat percakapan di dalam handphone itu," jelasnya.
Tersangka diancam Pasal 15 45A terkait dengan e-commerce jucto Pasal 27 UU ITE, ancaman hukuman enam tahun penjara atau denda Rp 1 miliar.
"Mudah-mudahan dengan adanya pengungkapan ini, masyarakat tidak mudah percaya dengan hal-hal yang mungkin menjanjikan, menggiurkan yang ternyata ini suatu penipuan jadi agar waspadalah bagi masyarakat," tukasnya.
Sementara itu, dari keterangan tersangka J, dia memulai penipuan tersebut sejak tahun 2019 lalu dimana dirinya belajar dari tetangga di kampung halamannya.
"(Pinjaman yang ditawarkan) Paling Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. Belajar dari tetangga di kampung, (dimulai) dari tahun 2019. Total yang saya dapat sudah Rp 25 juta sampai Rp 30 juta," katanya.