REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mencatat hingga 31 Agustus 2020, ada 27 dokter di Jawa Timur yang meninggal akibat terpapar Covid-19. Ketua Rumpun Kuratif Satgas Penanganan Covid-19 Jatim, dr. Joni Wahyuhadi mengatakan berdasarkan data yang ada, kasus dokter tertular Covid-19 terbanyak terjadi di luar rumah sakit rujukan.
Rinciannya, saat praktik pribadi sebanyak 7 kasus, atau setara 26 persen. Kemudian enam dokter Puskesmas setara 22,2 persen, dokter spesialis lima kasus setara 18,5 persen, dokter UGD empat kasus setara 14,8 persen, tidak praktik tiga kasus setara 11,1 persen, dan dua kasus PPDS setara 7,4 persen.
"Artinya sebagian besar kawan saya tidak meninggal saat menangani pasien Covid-19 di RIK (ruang isolasi khusus). Artinya di manapun harus menegakkan protokol kesehatan, karena banyak dokter praktik yang ignore," ujar Joni di Surabaya, Rabu (23/9).
Melihat kondisi tersebut, Joni menyatakan perlu adanya pembenahan sistem pelayanan yang dilakukan rumah sakit maupun tempat layanan kesehatan lainnya dalam menangani pasien agar tidak terpapar Covid-19. Terutama kesadaran tenaga kesehatan untuk selaluengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap saat menerima pasien.
"Banyak pula dokter yang tidak menggunakan APD lengkap karena menganggap pasien yang datang tidak membawa Covid-19, padahal angka kasus orang tanpa gejala (OTG) sangat tinggi," katanya.
Maka dari itu, Joni menyarankan agar tempat praktik pribadi juga tak pernah luput menjalankan protokol kesehatan, utamanya penggunaan APD lengkap. Joni mengatakan, IDI pun akan melakukan supervisi agar tenaga kesehatan yang membuka tempat praktik mendapat proteksi.
Joni juga mengingatkan rumah sakit yang menjadi rujukan Covid-19 untuk membuat ruang-ruang yang dikhususkan untuk penanganan Covid-19. Ia mencontohkan di RSUD dr. Soetomo yang sudah melakukannya. "Jadi ada UGD untuk umum, kemudian UGD khusus Covid-19, dan ruang penapisan. Dengan ini, maka tidak akan ada penularan dan memunculkan klaster rumah sakit," kata Joni.