REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani mempertanyakan kredibilitas internasional karena tidak dapat mengambil tindakan efektif untuk menghadapi sikap keras kepala Israel dan pendudukannya yang berlanjut atas tanah Palestina serta Arab. Menurutnya, PBB pun gagal menegakkan resolusi terkait masalah tersebut.
“Komunitas internasional bersiaga, tidak dapat mengambil tindakan efektif apa pun untuk menghadapi sikap keras kepala Israel, pendudukan terus-menerus atas tanah Palestina dan Arab, pemberlakuan pengepungan yang mencekik di Jalur Gaza, (dan) kebijakan permukiman yang meluas,” kata Sheikh Tamim dalam pidatonya yang diputar melalui video di sidang Majelis Umum PBB ke-75, dikutip laman Aljazirah, Selasa (22/9).
Dia menyebut Israel telah melakukan pelanggaran mencolok terhadap resolusi internasional dan solusi dua negara yang disepakati komunitas global. "Perdamaian hanya dapat dicapai jika Israel berkomitmen penuh pada kerangka acuan dan resolusi internasional yang diterima oleh negara-negara Arab dan yang menjadi dasar dari Inisiatif Perdamaian Arab," ucapnya.
Inisiatif Perdamaian Arab adalah rencana yang diajukan Arab Saudi pada 2002. Inisiatif itu menyerukan normalisasi hubungan dengan Israel. Namun, sebelumnya Israel harus mengakhiri pendudukan atas wilayah Palestina dan membiarkan Palestina mendirikan negara independen dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Menurut Sheikh Tamim, Israel sedang berusaha menghindari parameter tersebut. Namun dia meyakini pengaturan apa pun yang tidak memperhitungkan faktor-faktor itu bakal menghambat tercapainya perdamaian. Dia menilai, kegagalan menemukan solusi yang adil untuk perjuangan Palestina, permukiman Israel yang berkelanjutan, dan memaksakan kenyataan di lapangan tanpa hambatan telah menimbulkan skeptisisme terhadap komunitas internasional dan lembaganya.
Dia menyerukan komunitas internasional, terutama Dewan Keamanan PBB, memikul tanggung jawab hukumnya dan "memaksa Israel mencabut blokade di Jalur Gaza dan mengembalikan proses perdamaian ke jalurnya melalui negosiasi yang kredibel berdasarkan resolusi internasional".