Rabu 23 Sep 2020 10:07 WIB

Pilkada Kala Pandemi, Indonesia Perlu Belajar dari Singapura

KawalCOVID19 berada dalam barisan pihak yang meminta penundaan Pilkada 2020.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Pilkada Kala Pandemi Covid-19. KawalCOVID19 meminta Pemerintah Indonesia belajar dari Pemerintah Singapura soal penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) ketika pandemi Covid-19.
Foto: Republika
Pilkada Kala Pandemi Covid-19. KawalCOVID19 meminta Pemerintah Indonesia belajar dari Pemerintah Singapura soal penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) ketika pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KawalCOVID19 berada dalam barisan pihak yang meminta penundaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Salah satu penggagas KawalCOVID-19 Elina Ciptadi pun meminta Pemerintah Indonesia belajar dari Pemerintah Singapura soal penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) kala pandemi Covid-19.

Pada Pemilu yang dilakukan pada 10 Juli lalu, Pemerintah Singapura menunggu kasus Covid-19 di negara mereka melandai. "Singapura menunggu kasus di komunitasnya itu rendah. Jadi di titik ini, tanggal 10 Juli mereka melakukan pemilu," ujar Elina dalam konferensi pers Menunda Pilkada 2020, Selasa (22/9).

Baca Juga

Elina menuturkan, jumlah kasus Covid-19 di Singapura dalam tingkat komunitas hanya belasan, sementara kasus total hariannya sekitar 150-an. Akan tetapi, sebagian besar kasus mereka diisolasi di asrama pekerja.

Mereka yang dikarantina di asrama pekerja tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS). TPS-nya pun ditambah supaya tidak menimbulkan kerumunan sehingga setiap pemilih punya alokasi waktu untuk datang.

"Jadi bisa dikatakan saat itu terkendali," kata Elina.

Selain itu, Indonesia juga bisa belajar dari Amerika Serikat yang pada November nanti akan menggelar pemilihan presiden. Kendati jumlah kasus harian Covid-19 tinggi, trennya mengalami penurunan. 

Amerika juga melakukan pengetesan hingga 800 ribu orang per hari. Walaupun masih belum cukup dikatakan kondisinya aman, pemilihan di Amerika memungkinkan opsi menentukan pilihan melalui surat atau //vote by mail// atau //mail ballot//.

"Jadi ada banyak orang yang kalau mereka minta vote by mail mereka tidak perlu datang ke TPS. sehingga lagi-lagi menghindari kerumunan, meskipun masih ada risiko penularan melalui kampanye atau melalui orang yang berkumpul di TPS," tutur Elina.

Namun, tingkat kematian kasus di Indonesia lebih tinggi dari beberapa negara lain. Elina menyebutkan, 70 persen dari anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) berusia di atas 40 tahun.

Apabila mereka kemudian terinfeksi Covid-19, melalui kegiatan kepemiluan ini, orang dengan rentang usia 46-59 tahun, memiliki death rate mencapai 6,81 persen. Berkaca pada Pemilu 2019 di Tanah Air, sebanyak 894 orang petugas KPPS meninggal dunia.

"Siapkah Indonesia menanggung beban menaruh orang-orang ini di satu tugas dengan risiko tinggi terhadap keselamatan mereka. Kita harus melindungi orang-orang yang menyediakan waktunya untuk tugas penting bagi negara sepenting pemilu ini. Kita harus memikirkan keselamatan mereka dan juga keselamatan para pemilih," kata Elina. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement