REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Pinangki Sirna Malasari menghadiri sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) di Jakarta Pusat, Rabu (23/9). Jaksa Pinangki hadir dengan mengenakan gamis dan kerudung berwarna merah muda.
Saat memasuki ruang persidangan Pinangki memilih diam dan tidak menjawab lontaran pertanyaan dari para awak media. Hingga saat ini, pembacaan dakwaan terhadap Pinangki masih berlangsung.
Pinangki akan didakwa dengan tiga dakwaan alternatif. Pertama, Primair: Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, Pinangki juga akan didakwa Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dakwaan ketiga yakni tentang untuk pemufakatan jahat, Pinangki akan didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.
Dalam abstraksi surat dakwaan JPU, Pinangki Sirna Malasari bersama-sama dengan Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya bertemu dengan Djoko Soegiarto Tjandra yang merupakan buronan terpidana kasus korupsi Cessie Bank Bali di Malaysia. Pertemuan itu terjadi di kantornya yang terletak di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam pertemuan itu, Djoko Tjandra setuju meminta Pinangki dan Anita Kolopaking untuk membantu pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung. Pengurusan fatwa itu bertujuan agar pidana terhadap Djoko Tjandra tidak dapat dieksekusi.
Djoko Tjandra juga bersepakat untuk memberikan uang sejumlah 10 juta dollar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung guna keperluan mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.
Djoko Tjandra kemudian memerintahkan adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma seorang saksi yang telah meninggal, untuk memberikan uang kepada Pinangki melalui Andi Irfan Jaya sebanyak 500 ribu dollar AS. Uang itu merupakan pembayaran uang muka atau down payment (DP) 50 persen dari 1 juta dollar AS yang dijanjikan.
Pinangki kemudian memberikan sebagian uang tersebut kepada Anita Kolopaking sebesar 50 ribu dollar AS sebagai pembayaran awal jasa penasihat hukum. Sedangkan sisanya sebesar 450 ribu dollar AS masih dalam penguasaan Pinangki Sirna Malasari.
Namun, dalam perjalanannya, ternyata rencana yang tertuang dalam di dalam action plan tidak ada satupun yang terlaksana. Padahal Djoko Tjandra telah memberikan DP sebesar 500 ribu dollar AS kepada Jaksa Pinangki melalui Andi Irfan Jaya. Sehingga Djoko Tjandra pada Desember 2019 membatalkan action plan dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari action plan tersebut dengan tulisan tangan No.
Uang suap yang masih dipegang Jaksa Pinangki sebesar 450 ribu dollar AS pun dibelanjakan barang-barang mewah. Jaksa Pinangki melakukan pembelian mobil BMW X-5, pembayaran dokter kecantikan di Amerika, pembayaran sewa apartemen maupun hotel di New York, Amerika, pembayaran dokter home care, pembayaran kartu kredit, dan transaksi lain untuk kepentingan pribadi.
Tak hanya itu, uang tersebut juga digunakan untuk pembayaran sewa apartemen Essence Darmawangsa dan apartemen Pakubowono Signature yang menggunakan cash atau tunai dollar AS. Atas perbuatan Pinangki Sirna Malasari tersebut patut diduga sebagai perbuatan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari Tindak Pidana Korupsi.