REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengingatkan tawaran pinjaman online lewat SMS adalah praktik fintech ilegal. Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menyampaikan di masa pandemi ini fintech ilegal semakin marak melakukan penawaran pada masyarakat.
Ini terjadi karena tingkat kebutuhan akses dana masyarakat semakin tinggi akibat pandemi. Pada fintech legal ini berdampak juga pada meningkatnya rasio kredit bermasalah yang tercermin dalam tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) industri fintech P2P lending.
"Bisa dipastikan, tawaran lewat SMS ini adalah dari pelaku fintech ilegal, tidak terdaftar di OJK," katanya dalam keterangan pers, Rabu (23/9).
Jenis tawarannya pun dengan iming-iming yang menggiurkan dan akhirnya akan merugikan masyarakat. Adrian mengatakan pelaku fintech ilegal mengincar masyarakat yang saat ini kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang akibat pandemi untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif.
Padahal pinjaman fintech ilegal ini sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga yang tinggi, dan jangka waktu pinjaman pendek. Yang paling parah, mereka selalu meminta untuk mengakses semua data kontak di handphone sehingga berpotensi pemerasan.
"Ini sangat berbahaya, karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan," kata Adrian.
Fintech peer to peer (P2P) lending yang sudah terdaftar di OJK sendiri dilarang untuk menawarkan produk atau promosi melalui pesan singkat SMS. Hal ini diatur dalam Peraturan OJK nomor 07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Dalam Pasal 19 disebutkan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi yang bersifat personal. Seperti email, short message system (SMS), dan voicemail tanpa persetujuan konsumen.
Adrian menjelaskan, setiap penyelenggara fintech lending anggota AFPI dalam setiap penawaran atau promosi wajib mencantumkan atau menyebutkan nama dan logo penyelenggara serta pernyataan terdaftar di OJK. Hal ini diatur dalam Pasal 35 Peraturan OJK No.77/2016.
Bahkan dalam pasal 48 disebutkan Penyelenggara (fintech lending) wajib terdaftar sebagai anggota asosiasi yang telah ditunjuk oleh OJK, yakni AFPI. Selain itu dalam proses penyaluran pinjaman, fintech lending terdaftar OJK juga didukung oleh asuransi pinjaman serta menggunakan system credit scoring yang sudah teruji, seperti Pefindo, untuk menganalisis dan verifikasi pinjaman.
Fintech illegal tercatat semakin marak. Satgas Waspada Investasi (SWI) jumlah total fintech peer to peer lending ilegal yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi sejak tahun 2018 sampai Juni 2020 sebanyak 2591 entitas.
Pada Juni 2020 saja, SWI menemukan 105 fintech P2P lending illegal yang menawarkan pinjaman ke masyarakat melalui aplikasi dan pesan singkat SMS di telepon genggam. Untuk memastikan status izin penawaran produk jasa keuangan yang diterima, masyarakat dapat menghubungi Kontak OJK.