REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo) Anang Latif mengatakan saat ini sebanyak 12.548 kelurahan/desa di Indonesia belum terjangkau 4G. Sementara total kelurahan/desa di Indonesia sebanyak 83.218.
Ia menyadari, selama masa pandemi banyak kisah sedih terkait keberadaan sinyal dalam pembelajaran jarak jauh. Sebab, pembelajaran jarak jauh kelahirannya dipercepat karena pandemi, sementara seluruh negara termasuk Indonesia belum terbiasa menerapkannya.
Khususnya di Indonesia, pembelajaran jarak jauh masih terkendala khususnya di wilayah yang tidak terjangkau sinyal internet. Kelurahan/desa yang belum terjangkau 4G tidak hanya berada di wilayah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal). Adapun rinciannya adalah, sebanyak 9.113 kelurahan/desa di wilayah 3T belum terjangkau 4G, dan 3.435 kelurahan/desa di wilayah non-3T.
"Atas dasar inilah, Pak Menkominfo melaporkan pada Bapak Presiden, perlu ada penyelesaian khususnya dari infrastruktur digital," kata Anang, dalam webinar IATI bertajuk Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dipantau di Jakarta, Rabu (23/9).
Ia mengatakan, pemerintah menargetkan persoalan ini selesai hingga akhir 2022. Anang menjelaskan, upaya awal pemerintah untuk mengisi jangkauan 4G, adalah menyiapkan sebuah satelit. Satelit ini berkapasitas 150 GB per detik.
Rencananya, satelit ini akan mendukung 150 ribu titik wifi di lokasi-lokasi titik layanan publik yang ada di Indonesia. "Satelit sedang dalam masa konstruksi," kata Anang menambahkan.
Anang melanjutkan, dari 9.113 kelurahan/desa yang belum mendapatkan sinyal internet, saat ini sudah diselesaikan 1.209 desa. Pada tahun 2021 dan 2022, akan dibangun sebanyak 7.904 untuk menjangkau sinyal 4G di desa-desa.
"Membangun sinyal 4G membutuhkan pekerjaan yang rumit, karena harus membawa tower di daerah dimana medannya berliku-liku. Jarang ada jala normal," kata dia lagi.
Selain itu, Anang menjelaskan kebanyakan layanan publik yang dipasang wifi adalah institusi pendidikan. Ia menjelaskan, sekolah/pesantren dengan wifi ini berjumlah 287.079 titik.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Auditor Teknologi Indonesia (IATI), Hammam Riza mengatakan memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mengaktifkan akses internet. Adapun pembelajaran jarak jauh menjadi cara untuk melalui pandemi Covid-19 khususnya dalam bidang pendidikan.
Hammam juga membahas mengenai rilis singkat dari PBB Agustus 2020 lalu. PBB menyatakan pendidikan dampak Covid-19 terhadap dunia pendidikan yaitu ancaman distrupsi sistem pendidikan terhadap pembelajar dari 190 negara.
"Negara, yang apalagi seperti Indonesia ini, akan sangat baik, dalam momentum Covid-19 ini menjadi tempat masuk auditor teknologi. Artinya, melakukan peran aktifnya. Kajian terkait dampak pandemi, termasuk urusan pembelajaran ini," kata dia lagi.
Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi sebagai pembicara dalam webinar tersebut juga membenarkan teknologi menjadi salah satu kendala pembelajaran jarak jauh. Ia banyak mengamati pemberitaan dan tulisan mengenai fenomena tersebut di lapangan.
"Kesenjangan terhadap akses internet masih sangat lebar, karena kita bicara bukan hanya Jakarta, Bandung, saja tapi Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bukan hanya akses internet, akses terhadap perangkat teknologi juga," kata Irfan.
Lebih lanjut, Irfan berpandangan sebaiknya pembelajaran jarak jauh ini mengutamakan bobot pembentukan karakter. Sebab, hal itulah yang paling dibutuhkan oleh Indonesia selama masa pandemi ini.