REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping saling serang dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Sidang Majelis Umum (SMU) PBB. Dalam forum tersebut Trump mendesak PBB meminta pertanggungjawaban China atas aksi-aksi mereka dalam pandemi virus Covid.
"Di awal-awal virus, China menutup penerbangan domestik, sementara mengizinkan penerbangan meninggalkan China dan menginfeksi seluruh dunia," kata Trump dalam pidatonya seperti dikutip Voice of America, Rabu (23/9).
"Pemerintah China dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sebenarnya dikendalikan China, dengan keliru menyatakan tidak ada bukti penularan antar manusia," tambah Trump.
Sementara satu hari sebelumnya Xi Jinping mengatakan Beijing tidak akan membiarkan ada negara mengendalikan nasib negara lain. Xi menegaskan tidak boleh ada negara yang bertindak sebagai 'bos di dunia'.
Tanpa menyebut AS, Xi menyinggung negara yang bertindak sebagai 'bos' di forum internasional. Pidato Xi masih senada dengan tema yang diusung oleh PBB yakni “The Future We Want, the United Nations We Need: Reaffirming Our Collective Commitment to Multilateralism”.
Xi mengatakan tidak boleh ada negara yang memiliki hak untuk mendominasi urusan global, seperti mengendalikan nasib negara lain atau mengambil manfaat dari pembangunan untuk dirinya sendiri.
Ia menyerukan agar lebih banyak lagi perwakilan negara berkembang di PBB. Xi menekankan PBB sebagai lembaga internasional terbesar di dunia harus menjunjung tinggi supremasi hukum. "Mereka tidak boleh dikuasai oleh mereka yang mengacungkan tinju keras ke pihak lain," kata Xi.
Sementara Trump lebih banyak melancarkan serangan terhadap China. Presiden AS ke-45 itu mengatakan China dan WHO sempat menyatakan orang tanpa gejala tidak menyebarkan virus. Berdasarkan tuduhan-tuduhan tersebut Trump memotong dana hibah AS untuk WHO.
Perselisihan antara Trump dan Xi di panggung internasional tidak hanya seputar pandemi virus Corona. Aksi saling tuding dan serang ini sudah terjadi sejak Trump berkuasa tahun 2017 lalu dan memicu perang dagang yang menciptakan ketidakpastian perekonomian global.
Berbeda dengan Trump yang kerap melancarkan serangan verbal secara langsung. Sangat jarang Xi menyampaikan sendiri kritiknya terhadap pemerintahan Trump.
Baru-baru ini Trump mengancam hanya akan menyetujui kesepakatan TikTok bila perusahaan AS yang mengendalikan perusahaan cabang. Ia akan membatalkan kesepakatan itu bila masih China yang memiliki mayoritas sahamnya. Jika kita bisa, kita lakukan. Tapi, kalau tidak bisa, kita batalkan," kata Trump.
Sementara Surat kabar Cihna, China Daily menulis tidak alasan bagi China menyetujui kesepakatan TikTok yang 'tak adil dan kotor'. Oracle Corp dan Walmart Inc sudah merilis pernyataan yang mengatakan mereka telah membuat kesepakatan dengan pemilik TikTok, ByteDance.
"Apa yang Amerika Serikat lakukan pada TikTok hampir sama dengan preman memaksakan kesepakatan bisnis yang tak masuk akal dan adil terhadap perusahaan yang sah," tulis surat kabar pro-pemerintah Cina itu dalam tajuk rencananya.
Tiga perusahaan yang terlibat dalam kesepakatan tersebut mengeluarkan pernyataan yang berbeda-beda. Penjualan TikTok diharapkan membuat aplikasi berbagi video itu tetap dapat beroperasi di AS.