REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Di Majelis Umum PBB, Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengajak semua 'negara yang mempertahankan perdamaian' harus melawan sanksi-sanksi Amerika Serikat (AS). Ajakan itu didukung sekutu-sekutu negara Amerika Latin itu seperti Kuba, Nikaragua, dan Suriah.
Dua tahun terakhir pemerintahan Presiden Donald Trump meningkatkan sanksi pada Venezuela. Trump ingin menjatuhkan Maduro yang dituduh melakukan korupsi, melanggar hak asasi manusia dan mencurangi pemilihan umum 2018.
Di bawah enam tahun, pemerintahan Maduro perekonomian Venezuela yang pernah menjadi negara makmur hancur. Oposisi dan ekonom menilai kebankrutan anggota OPEC itu disebabkan kebijakan ekonomi intervensionis. Partai Sosialis yang berkuasa menyalahkan sanksi-sanksi AS.
"Kami harus meminta semua tindakan koersif sepihak dihentikan, semua sanksi-sanksi yang dituduhkan dan mengizinkan rakyat kami menggunakan hak mereka sendiri," kata Maduro dalam pernyataannya, Kamis (24/9).
Kuba dan Nikaragua menjadi sisa sekutu Maduro di Amerika Latin, setelah banyak pemimpin-pemimpin sayap kiri di kawasan itu seperti Brasil dan Ekuador kehilangan kekuasaan mereka. Sementara, Trump kembali memusuhi Kuba.
Presiden Barack Obama sempat memperbaiki hubungan dengan musuh Washington selama Perang Dingin itu. Trump juga menerapkan sanksi-sanksi pada individu dan perusahaan Nikaragua berdasarkan tuduhan korupsi dan represi di bawah pemerintahan Presiden Daniel Ortega.
Ketua oposisi pemerintah Venezuela, Juan Guaido juga meminta masyarakat internasional untuk mengambil 'tindakan menentukan' untuk menggulingkan Maduro. Sejumlah negara termasuk Amerika mengakui Guaido sebagai presiden Venezuela yang sah.
"Hari ini saya mengajak semua perwakilan negara anggota untuk mempertimbangkan strategi skenario yang berbeda setelah jalur diplomatik sudah habis," kata Guaido pada 30 negara yang mengakuinya.