REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu tonggak sejarah agung yang ditorehkan umat Muslim adalah dalam melawan kafir Quraisy di dalam perang Badar. Dalam perang itu, jumlah kaum Muslimin jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah tentara kafir yang membuat Nabi memanjatkan doa mendalam kepada Allah SWT.
Dalam buku Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haikal dijelaskan, jelang pelaksanaan perang Badar, Nabi menghadapkan wajahnya ke kiblat. Dengan seluruh jiwanya, beliau menghadapkan diri kepada Allah SWT dan meminta agar segala sesuatu yang Allah janjikan terhadapnya memberikan pertolongan.
Nabi terhanyut dalam doa dan permohonan yang mendalam:
“Allahumma hadzihi Quraisyun qad atat bi-khuyala-iha tuhawilu an tukadzzibu Rasulaka. Allahumma fanashruka alladzi wa ‘adtaniy. Allahumma in tahlaka hadzihi al-ishabatu al-yauma la tu’bad,”.
Yang artinya: “Allahumma ya Allah, orang-orang Quraisy ini sekarang datang dengan segala kecongkakannya. (Kedatangannya) kendak mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, berikan pertolongan-Mu juga yang Engkau janjikan padaku. Ya Allah, jika pasukan ini sekarang binasa maka tiada lagi ada yang beribadah kepada-Mu,”.
Sementara Nabi masih terhanyut dalam doanya kepada Allah sambil membentangkan tangan menghadap kiblat, mantelnya terjatuh. Ketika itu Sayyidina Abu Bakar lalu meletakkan mantel itu kembali ke bahu beliau sambil ia berkata:
“Rasulullah, dengan doamu itu maka Allah akan mengabulkan apa yang telah dijanjikan kepadamu,”.
Namun sungguh pun begitu, Nabi Muhammad SAW makin dalam terbawa pada kehanyutan doanya yang khusyuk. Dalam tawajuh kepada Allah dengan kesungguhan hati, beliau terus memanjatkan doa. Memohon inayah (petunjuk) dan pertolongan Allah dalam menghadapi suatu peristiwa yang sama sekali oleh kaum Muslimin tidak diharapkan.
Tidak diharapkan karena kaum Muslimin tidak memiliki persiapan. Karena demikian itulah akhirnya Nabi sampai terangguk dalam keadaan mengantuk usai memanjatkan doa yang penuh penghayatan dan dalam kepada Allah SWT.
Dalam pada itu, tampak olehnya pertolongan Allah itu benar adanya. Nabi tersadar kembali dan kemudian terbangun dengan penuh rasa gembira. Lalu beliau beranjak dari tempatnya berdoa dan menemui sahabat-sahabatnya, Nabi berkata: “Walladzi nafsu Muhammadin biyadihi laa yuqotiluhumul-yauma rajulun fayuqtalu shaabiran muhtasiban muqbilan ghaira mudbirin illa adkhalahullahu al-jannata,”.
Yang artinya: “Demi Dia yang memegang hidup Muhammad. Setiap orang yang sekarang bertempur dengan tabah, bertahan mati-matian, terus maju dan pantang mundur, lalu ia tewas, maka Allah akan menempatkannya di dalam surga,”.
Jiwa Nabi semakin kuat yang memang telah dikuatkan oleh Allah SWT untuk dapat menghadapi peperangan tidak berimbang ini dengan kesabaran dan ketabahan. Allah menanamkan kekuatan kepada beliau melebihi segala kekuatan lainnya. Di sisi itu, Nabi pun menanamkan kekuatannya dalam jiwa orang-orang yang beriman.
Dan kekuatan mereka itu akhirnya sudah melampaui semangat mereka sendiri. Sehingga setiap orang dari kaum Muslimin diibaratkan sama dengan dua orang, bahkan diibaratkan sama dengan hadirnya 10 orang dalam medan perang. Kekuatan moral inilah yang kemudian berpengaruh dalam membesarkan semangat jihad melawan kaum kafir Quraisy.
Adanya kepercayaan kepada kebenaran, kepastian janji Allah, serta balasan bagi orang-orang yang tawakal dalam menjalankan seruan Nabi membuat kaum Muslimin semakin optimistis. Tiada keraguan di hati mereka untuk mengikuti perjuangan Nabi dalam melawan kecongkakan kaum Quraisy.
Dan sejarah membuktikan, melalui perang Badar, tentara kaum Muslimin yang berjumlah 313 orang mampu mengalahkan bala tentara pertahanan kaum Quraisy berjumlah 1.000 orang.