Kamis 24 Sep 2020 12:04 WIB

Balitbang Kemenhan Dorong Revitalisasi Benteng Kuto Besak

BKB satu-satunya benteng yang dibangun oleh orang lokal, bukan oleh kolonial.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Pintu masuk kompleks Benteng Kuto Besak di Kota Palembang, Sumatra Selatan.
Foto: Republika
Pintu masuk kompleks Benteng Kuto Besak di Kota Palembang, Sumatra Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Tim peneliti benda cagar budaya Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan (Balitbang Kemenhan) mendorong revitalisasi kompleks Benteng Kuto Besak (BKB) di Kota Palembang, Sumatra Selatan (Sumsel), yang gagal terealisasi pada 2017, dilanjutkan kembali agar pemanfaatannya sebagai aset wisata sejarah terbuka lebar.

Peneliti Ahli Muda Balitbang Kemenhan, Gerald Theodorus L. Toruan, mengatakan telah merekomendasikan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang untuk melanjutkan revitalisasi kompleks BKB, meski masih digunakan sebagai kantor Kesehatan Kodam (Kesdam)/II Sriwijaya dan Rumah Sakit AK Gani.

Pasalnya, inisiator gabungan antara Kodam II/Sriwijaya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel dan Pemkot Palembang yang pernah dibentuk pada 2017, dirasa sulit dari sisi birokrasi untuk merealisasikan revitalisasi tersebut.

"Kami merekomendasikan revitalisasi dilanjutkan, tapi inisiatornya Pemkot Palembang," ujar Theodorus saat menemui Sultan Mahmud Badaruddin IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Prabu Diradja di Kota Palembang, Kamis (24/9)

Theodorus yang menjadi ketua penelitian strategi revitalisasi benda cagar budaya pertahanan perspektif defence heritage menyebut, diperlukan political will yang kuat agar revitalisasi BKB dapat terwujud dan bisa dibuka untuk umum.

Menurut Theodorus, kompleks BKB sama uniknya dengan Sungai Musi dan Jembatan Ampera sebagai ikon Kota Palembang. Sehingga potensial dijadikan destinasi wisata karena selama ini masyarakat hanya bisa menikmati pelatarannya.

Meski begitu, kata dia, pemanfaatannya sebagai aset wisata tidak bisa dirasakan langsung, karena diperlukan waktu hingga 10 tahun bagi BKB dikenal luas dan mendatangkan turis-turis mancanegara. Hanya saja, Theodorus menegaskan, solusi tercepat adalah merevitalisasi bangunan bersejarah tersebut.

"Dari sisi wisata, BKB ini bisa jadi investasi jangka panjang, mungkin kepala daerah 20 tahun mendatang yang akan menikmatinya," jelas Theo.

Penulis disertasi pertama defense heritage Universitas Pertahanan, Jeanne Francoise, mengatakan, kompleks BKB punya keunikan dibandingkan benteng lain di Indonesia, yakni sebagai satu-satunya benteng yang dibangun oleh orang lokal, bukan oleh kolonial penjajah seperti Portugis atau Belanda.

"BKB juga mengalami tiga peralihan fungsi yaitu sebagai istana kesultanan, benteng pertahanan, dan kini rumah sakit, kondisi ini tidak ditemukan pada benteng lain," kata Jeanne.

Fakta-fakta tersebut dapat dibangun menjadi narasi yang menarik untuk mendatangkan wisatawan, namun yang terpenting, menurut Jeanne, Pemkot Palembang harus menaruh perhatiannya lebih dulu terkait rencana revitalisasi BKB.

Terkait rekomendasi keberlanjutan revitalisasi, Theo dan Jeanne sepakat mengaku, sudah menemui Pemkot Palembang, Kodam II/Sriwijaya, arkeolog, akademisi, budayawan dan pewaris Kesultanan Palembang untuk melihat peluangnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement