REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja industri perbankan di kuartal ketiga tahun ini dinilai masih relatif kuat di tengah tekanan pandemi Covid-19. Menurut Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, kinerja tersebut ditopang oleh berbagai stimulus yang diluncurkan oleh pemerintah dan otoritas moneter.
"Dukungan itulah yang membuat kondisi likuiditas dan kualitas aset perbankan mampu terjaga dengan baik," ujar Andry, Kamis (24/9).
Meski demikian, Andry mengakui, sektor perbankan memang mengalami perlambatan pertumbuhan kredit karena permintaan kredit yang jauh berkurang di masa pandemi. Pertumbuhan kredit diperkirakan hanya mencapai 1,5 persen dibandingkan tahun lalu.
Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) dapat tumbuh sebesar 8,3 persen seiring makin banyaknya penabung dengan nominal besar. Dengan pertumbuhan DPK yang tinggi tersebut maka kondisi likuiditas akan relatif tinggi pada tahun ini.
Di sisi lain tingkat Non Performing Loan (NPL) memang akan mengalami peningkatan antara 3,5-4 persen. Namun, menurut Andry, peningkatan ini dapat diredam karena stimulus Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Andry melihat, secara umum kinerja beberapa industri di kuartal ketiga akan mengalami perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya seiring relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pada kuartal ketiga ini, khususnya Juli dan Agustus, berbagai indikator telah menunjukan perbaikan kegiatan ekonomi dibanding April dan Mei lalu.
Sebagai contoh, penjualan kendaraan bermotor pada Agustus 2020 sudah mencapai 37.291 unit setelah mencapai titik terendah yaitu 3.551 unit pada bulan Mei 2020. Meskipun demikian, angka penjualan Agustus 2020 masih jauh dibawah angka rata-rata penjualan tahunan 2019 yang mencapai 85.577 unit. Selain itu, tingkat hunian kamar hotel mulai membaik pada Juli 2020 menjadi 28,7 persen walaupun masih jauh di bawah sebelum periode Covid-19 yaitu 56,7 persen pada Juli 2020.
Sementara itu, harga-harga komoditas penting bagi perekonomian Indonesia selama pandemi Covid-19 masih tertekan. Sampai dengan 20 September 2019, harga minyak mentah turun sebesar 35 persen YTD, atau berada di sekitar 43 dolar AS per barrel; dan harga batubara pun turun sebesar 23 persen atau berada di tingkat 52 dolar AS per ton.
Namun demikian, harga minyak kelapa sawit sejak Juni lalu sudah mulai membaik dengan cepat dan sudah mencapai 753 dolar AS per ton, atau sudah sama dengan sebelum harga Covid-19 pada Desember 2019 lalu. Sedangkan harga karet pun membaik sebesar 20 persen YTD mencapai 2 dolar AS per kilogram (kg).
Ke depan, menurut Andry, perkembangan ekonomi sektoral di Kuartal III dan IV masih akan dibayangi resiko dampak penerapan PSBB di wilayah DKI Jakarta sejak 14 September dan resiko akibat peningkatan kasus Covid-19. Secara sektoral, sektor-sektor jasa-jasa seperti, perdagangan, transportasi, hotel, restoran dan jasa-jasa perusahaan akan mengalami pemulihan yang relatif lambat dari perkiraaan semula akibat peningkatan kasus positif Covid-19.
"Demikian pula sektor industri pengolahan, pemulihannya mengikuti pola umum peningkatan ekonomi nasional karena sangat tergantung perbaikan daya beli dan confidence masyarakat sehingga mulai membelanjakan uangnya," tutur Andry.
Sektor komoditas kelapa sawit bisa menjadi katalis positif yang mendorong perekonomian Indonesia ke depan terutama di sentra-sentra perkebunan di Sumatera dan Kalimantan. Harga minyak kelapa sawit sampai akhir tahun, diperkirakan masih akan bertahan di tingkat harga 700 dolar AS per ton (FOB Malaysia).