Kamis 24 Sep 2020 15:20 WIB

MAKI: Pelanggaran Etik Ketua Tamparan Bagi KPK

Boyamin menduga ada dugaan gratifikasi melalui potongan harga sewa helikopter.

Rep: Rizkyan Adiyudha / Red: Ratna Puspita
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dinilai menjadi tamparan bagi lembaga antirasuah tersebut. KPK diminta untuk bekerja lebih serius dengan maksimal dengan tanpa kontroversi.

"Saya berharap putusan ini memacu KPK untuk lebih serius lagi bekerja dalam bentuk pemberantasan dan nggak perlu tabu akan OTT (operasi tangkap tangan)," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman di Jakarta, Kamis (24/9).

Baca Juga

Dia berpendapat tabunya OTT pada era kepemimpinan Firli Bahuri membuat penegak hukum kebobolan terkait kasus Djoko Tjandra. Dia mengatakan, semestinya KPK bisa melakukan OTT terhadap kasus tersebut karena terjadi suap menyuap.

"Tapi karena kontroversi UU KPK dan Firli maka jadi seperti tabu OTT, ketika ada perkara besar malah lolos dan sekarang malah jadi penonton," katanya.

Dia mengatakan, dewan pengawas (dewas) seharusnya bisa mendalami peristiwa tersebut karena ada dugaan konflik kepentingan. Ia melanjutkan, ada dugaan gratifikasi melalui potongan harga dari yang memberi sewa helikopter lantaran sedang menjadi pasien KPK.

Dia mengatakan, sayangnya dewas KPK lebih menitikberatkan ke bergaya hidup mewah Firli Bahuri. Kendati demikian, dia berpendapat masih ada peluang jika perkara tersebut ingin di dalami lebih lanjut. 

"Potensi ditindaklanjuti masih ada dan kami cukup menghormati apapun keputusan dewas KPK," katanya.

Dewas KPK memberikan hukuman ringan terhadap Firli Bahuri terkait pelanggaran kode etik. Dewas memutuskan untuk memberikan sanksi berupa teguran tertulis 2 agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya.

Dalam putusannya, dewas menyebut bahwa hal yang memberatkan Firli adalah tidak menyadari pelanggaran yang telah dilakukan. Mereka mengatakan, Firli sebagai ketua KPK yang seharusnya menjadi teladan namun malah berlaku sebaliknya.

"Pertimbangan karena Firli tidak merasa bergaya hidup mewah sangat menohok dan menurut saya dewas sudah tajam dan objektif dalam mengungkap fakta karena tidak tersandera meski ini ketua KPK," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement