REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) tengah mempertimbangkan bahasa yang akan digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi di wilayah Xinjiang barat, China. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan pada Rabu (23/9) pemerintah Donald Trump berhati-hati menyesuaikan bahasanya tentang bagaimana menggambarkan perlakuan China terhadap warga Muslim di Xinjiang.
Pompeo menjawab itu ketika ditanya apakah Washington akan memutuskan sebuah 'penetapan kejahatan' terkait perlakuan Beijing terhadap Muslim di sana. "Kami sedang mempertimbangkan bahasa yang akan kami gunakan, bagaimana kami mendeskripsikannya. Ketika Amerika Serikat berbicara tentang kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida, kita harus sangat berhati-hati dan sangat teliti, karena hal itu sangat berpengaruh," kata Pompeo, berbicara di Wisconsin State Capitol, Kamis (24/9).
Sebelumnya pada Agustus lalu, politikus ini melaporkan pemerintah AS tengah mempertimbangkan untuk secara resmi melabeli perlakuan China di Xinjiang sebagai sebuah 'genosida'. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) juga sebelumnya mengatakan satu juta Muslim ditahan di kamp-kamp penahanan dan mereka dipekerjakan secara paksa.
Namun demikian, China menolak tuduhan kerja paksa di Xinjiang dan mengkritik AS karena ikut campur dalam urusan internalnya. Hubungan antara China dan AS sendiri berada pada titik terendah dalam beberapa dekade. Dua penyandang ekonomi teratas dunia itu berselisih mengenai sejumlah masalah mulai dari penanganan virus corona oleh China, hingga persaingan perdagangan, undang-undang keamanan nasional baru di Hong Kong dan ketegangan di Laut China Selatan.