REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lingkaran SUrvei Indonesia (LSI) memberikan tujuh alasan agar Pilkada Serentak 2020 tidak ditunda. Salah satu alasan yang mereka sampaikan adalah Pilkada 2020 yang diselenggarakan di 270 wilayah ikut menggerakan ekonomi masyarakat yang sangat menurun.
Berdasar riset sekunder kuantitatif LSI disebutkan pilkada serentak tak hanya untuk memenuhi hak konstitusional warga memilih kepala daerah. Pilkada pun di 270 wilayah ikut menggerakan ekonomi masyarakat yang sangat menurun. “Dua target ini dilakukan dengan mengatur kegiatan pilkada yang dapat menekan semaksimal mungkin laju penularan COvid-19,” kata Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloma, dalam webinar, Kamis (24/9).
LSI Denny JA menemukan tujuh alasan mengapa sebaiknya Pilkada 9 Desember 2020 tak ditunda. Namun hanya perlu menyesuaikan kegiatannya.
Pertama alasan legitimasi. Jika pilkada ditunda maka ada 270 daerah di Indonesia akan dipimpin oleh Pelaksana Tugas (PLT). Pada Februari 2021 saja, ada 209 kepala daerah yang selesai masa jabatan.
Legitimasi PLT, menurut LSI, berbeda dengan kepala daerah dipilih rakyat. Kewenangannya pun terbatas. Plt misalnya tidak bisa mengambil kebijakan yang bersifat substansial, terutama yang berdampak pada anggaran. Serta tidak dapat mengambil kebijakan yang mengikat lainnya.
Kedua alasan proporsi. Dari 270 wilayah yang akan melaksanakan Pilkada, ada 44 wilayah yang terkena zona merah. Proporsi wilayah zona merah itu hanya 16.3 % dibanding 270 pilkada yang ada.
Menurut LSI Denny JA, jangan karena kasus 16.3 persen membatalkan 83.7 persen kasus lainnya. Pilkada wilayah zona merah itu dapat dilakukan treatment khusus tanpa harus digeneralisasi untuk 83.7 persen wilayah lain. Misalnya, khusus 16.3 persen kasus itu (44 wilayah), calon kepala daerah dilarang melakukan pengerahan massa lebih dari 5 orang.
Ketiga alasan hukum dan politik. Jika pilkada kembali ditunda, menunggu vaksin dapat digunakan masyarakat, itu tidaklah pasti. Para ahli pun tak pasti kapan vaksin yang disahkan WHO dapat beredar di masyarakat. Pemilihan kepala daerah di 270 wilayah terlalu penting jika disandarkan pada situasi yang tak pasti.
Keempat alasan pilihan kebijakan. Menurut LSI Denny JA, dalam setiap situasi sulit atau krisis, setiap pemimpin punya pilihan kebijakan. Tak mudah, namun tetap harus diambil dengan mempertimbangkan semua aspek.
Presiden Jokowi dan partai pemimpin koalisi (PDI Perjuangan) sudah menyatakan sikapnya berkali-kali, bahwa mereka memilih kebijakan untuk melanjutkan pilkada sesuai jadwal yaitu 9 Desember 2020.
Tak hanya eksekutif, DPR RI melalui Komisi II, telah menyetujui bahwa Pilkada 2020 tetap dilaksanakan pada Desember Keputusan tersebut merupakan hasil rapat bersama Mendagri, KPU, DKPP, Bawaslu dan Komisi II DPR RI.
Mayoritas partai politik, satu suara bahwa pilkada 2020 tak mungkin ditunda. UU Pilkada dan Perppu mustahil diubah tanpa persetujuan presiden. Perppu dari presiden pun tak akan berlaku jika ditolak DPR (representasi partai politik)
Kelima alasan kesehatan. Menurut LSI Denny JA, hanya 16.3 persen dari 270 wilayah pilkada yang terkena zona merah. Willayah zona merah dapat diberi aturan khusus. Bisa dibuat aturan misalnya, khusus di zona merah tak boleh ada kampanye yang membuat publik berkumpul lebih dari 5 orang.
Keenam alasan ekonomi. Kondisi ekonomi masyarakat, menurut LSI Denny JA, secara nasional sedang mengalami penurunan. Data menunjukan ekonomi nasional kini minus 5.32 persen.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat hingga 31 Juli 2020, jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun dirumahkan mencapai 3.5 juta lebih.
Kegiatan pilkada dan kampanye di 270 wilayah dapat menjadi penggerak ekonomi lokal. Biaya kampanye, biaya saksi, biaya tim sukses, biaya cetak dan pemasangan atribut dan lain-lain dapat bergulir ke masyarakat bawah atau di daerah. Di era sulit seperti ini, kegiatan yang dapat menggerakkan ekonomi sekecil apapun, sejauh dapat mengontrol protokol kesehatan, harus didorong.
Ketujuh alasan memodifikasi bentuk kampanye. LSI Denny JA menyebut ada referensi dari negara lain. Dibandingkan semua negara di dunia, yang tercemar Covid-19 paling tinggi di Amerika Serikat. Hingga Senin 21 September 2020, sekitar 7 juta (7,046,216)* penduduk Amerika Serikat terpapar virus Covid-19. Bandingkan dengan Indonesia yang terpapar sekitar 250 ribu (248,852)*.
Dalam kondisi seperti itu, pemilu di Amerika Serikat tidak ditunda. Agenda demokrasi dipilihnya pemimpin oleh rakyat adalah peristiwa penting.
Hal yang dimodifikasi hanyalah bentuk kampanye. Yaitu kampanye dan pertemuan yang menghimpun orang banyak harus dihindari.