Kamis 24 Sep 2020 17:15 WIB

Pembangunan Rendah Karbon Bisa Kerek Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan rendah karbon tak cuma untuk ketahanan iklim tapi juga sosial dan ekonomi

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Fuji Pratiwi
ilustrasi perubahan iklim.
Foto: Abdan Syakura
ilustrasi perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inovasi teknologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan dalam pembangunan rendah karbon untuk mengatasi perubahan iklim. Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan implementasi pembangunan rendah karbon dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen per tahun selama 2019-2045.

Perencana Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Irfan Darliazi menjelaskan, isu perubahan iklim dan lingkungan menjadi agenda penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024. Rencana pembangunan rendah karbon tidak hanya untuk ketahanan iklim tapi juga aspek sosial dan ekonomi.

Baca Juga

"Pertumbuhan ekonomi bisa menjadi enam persen per tahun, tapi analisis ini sebelum pandemi Covid-19," ujar Irfan dalam Webinar Low Carbon Development Indonesia (LCDI) 'Inovasi Teknologi Berbasis Rendah Karbon di Bidang Pertanian', Kamis (24/9).

Dari analisis tersebut, Bappenas mencoba menguragi gesekan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Melalui kebijakan pembangunan rendah karbon, ketiga aspek ini diharmonisasikan untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dan intensitas emisi berkurang 22 persen.

Dampak pada aspek sosial, diprediksi pada 2045 tingkat kemiskinan ekstrem bisa turun 4,2 persen dan mengurangi 40 ribu kematian setiap tahun akibat polusi. 

Menurut Irfan, target-target tersebut dapat dicapai dengan menggunakan teknologi yang tepat. Salah satu contoh analisis yang telah dkembangkan di Bappenas terkait adaptasi perubahan iklim adalah dengan membuat sistem adaptasi untuk sektor pertanian.

Sistem tersebut dibuat dengan mengkombinasikan informasi dari sistem ketahanan iklim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan sistem informasi bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sistem tersebut akan menunjukkan wilayah tertentu yang rentan terhadap bencana alam atau perubahan iklim seperti hujan atau kekeringan yang terus-menerus. Dengan begitu, pemerinta bisa melakukan intervensi.

Sistem tersebut saat ini menunjukkan wilayah intervensi kegiatan adaptasi untuk Sektor Pertanian yaitu 61 persen dari seluruh kabupaten kota di Indonesia. "Analisis kami ketika ada kerentanan tinggi di sentra produksi padi, maka intervensi ini akan menjadi super prioritas," kata Irfan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement