REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cotton Council International melalui merek dagang Cotton USA kembali mengadakan agenda tahunan yang mempertemukan para pelaku industri tekstil dan fesyen di Indonesia, Rabu (23/9). Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, agenda Cotton Day 2020-Indonesia kali ini menggunakan konsep virtual yang tidak hanya melibatkan pelaku industri di skala nasional melainkan juga hingga skala global.
Representatif CCI di Indonesia, Andy Do, mengatakan Cotton Day 2020-Indonesia membahas berbagai inovasi yang dirancang untuk mendorong bisnis perusahaan di era transformasi, termasuk paska pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh dunia.
"Cotton Day 2020-Indonesia ini memberikan pengalaman dan pengetahuan baru bagi para pelaku industri tekstil, karena dapat berinteraksi langsung dengan pelaku industri global. Tidak hanya memberikan hal baru, melainkan para pelaku industri tekstil di Indonesia juga bisa memperluas jaringan pasar mereka ke pelaku industri global secara langsung," kata Andy Do dalam jumpa pers virtual, Kamis (24/9).
"Ini merupakan bentuk komitmen CCI melalui merek dagang Cotton USA dalam membantu mitra kami di industri tekstil di Indonesia untuk dapat terus tumbuh walau dalam kondisi yang sulit seperti saat ini," katanya menambahkan.
Menurut Andy, Cotton Day 2020-Indonesia tidak hanya diadakan dalam bentuk seminar B2B yang mempertemukan para pelaku industri tekstil, melainkan terdapat berbagai inovasi baru seperti virtual fashion show dan virtual exhibition.
"Cotton Day kali ini tetap memberikan pengalaman baru bagi para peserta, karena kami melengkapi agenda seminar B2B dengan fashion show dan booth virtual agar dapat mengenalkan produk dan inovasi baru yang dibuat oleh pelaku industri tekstil di Indonesia kepada dunia," ujar Andy.
Senada dengan Andy, Chairman Cotton Council International, Hank Reichle menyampaikan bahwa terdapat optimisme di kalangan pelaku industri garmen global pasca-ditetapkannya Covid-19 sebagai pandemi. Optimisme tersebut didasari oleh adanya perubahan perilaku konsumen terkait permintaan produk garmen yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Reichle menyampaikan dari data survei global US Cotton Trust Protocol terkini, 54 persen pemimpin perusahaan brand garmen dan tekstil mengatakan bahwa mereka telah melihat tuntutan konsumennya akan praktik dan produk yang ramah lingkungan meningkat sejak awal pandemi Covid-19. Berdasarkan data yang sama, 59 persen responden percaya bahwa konsumen akan tetap memprioritaskan harga saat melakukan pembelanjaan.
"Dengan data tersebut, untuk memperkuat optimisme industri tekstil paska pandemi, tentu para pelaku industri tekstil perlu melakukan transformasi industri dengan mengadaptasi tuntutan konsumen terkait produk tekstil yang lebih ramah lingkungan. Hal ini bertujuan untuk terus bisa terus tumbuh, bahkan dapat meningkatkan ekspansi bisnis di level yang lebih luas," ujar Chairman Cotton Council International, Hank Reichle.
Reichle menambahkan bahwa saat ini, berbagai perusahaan di seluruh dunia mencari cara untuk meneruskan program keberlanjutan mereka selama pandemi—berfokus untuk terus berusaha bertahan dengan peningkatan bantuan dari kemitraan luar (62 persen) sampai mereka mampu berinvestasi kembali dalam inovasi baru yang besar.
"Lebih dari 62 persen responden survei yang disampaikan para pemimpin perusahaan garmen global menyampaikan bahwa program keberlanjutan produk menjadi fokus utama saat ini. Selain itu, 59 persen responden juga menyampaikan bahwa mereka melakukan transparansi dalam produksi produk yang ramah lingkungan. Cotton Council International saat ini pun fokus memberikan pendampingan kepada pelaku industri garmen global, termasuk di Indonesia untuk dapat bertransformasi dalam memenuhi perubahan perilaku konsumen paska pandemi ini," tuturnya.