REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wafatnya Nabi Muhammad SAW merupakan duka bagi kaum Muslimin dan para kerabatnya. Ketika beliau wafat, sejumlah tokoh besar Islam pun mengurusi jenazah beliau dengan penuh hormat.
Dalam buku Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haikal dijelaskan, yang bertindak dalam pengurusan jenazah beliau adalah para pembesar Islam. Adapun dalam urusan memandikan jenazah Nabi diserahkan kepada keluarganya yang dekat.
Yang pertama sekali yaitu Ali bin Abi Thalib, lalu Abbas bin Abdul Muthalib serta kedua putranya, yakni Fadzl dan Qutham, Usama bin Zaid, dan pembantu Nabi. Pembantu Nabi, Syuqran, bertindak menuangkan air. Sedangkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang memandikannya berikut baju yang dipakainya.
Pada saat memandikan jenazah Rasulullah SAW, mereka mendapati harumnya tubuh Nabi sehingga Sayyidina Ali berkata: “Demi ibu dan bapakku, alangkah harumnya engkau di waktu hidup dan di waktu engkau wafat."
Selesai dimandikan dengan mengenakan baju yang dipakai Nabi itu, Nabi kemudian dikafani dengan tiga lapis kain. Yakni dua Shuhari (berasal dari nama sebuah desa di Yaman) dan satu pakaian jenis burd hibara dengan sekali dilipatkan. Usai penyelenggaraan dengan cara demikian, jenazah dibiarkan di tempatnya.
Pintu-pintu kemudian dibuka untuk memberikan kesempatan kepada kaum Muslimin yang memasuki tempat itu dari jurusan masjid untuk mengelilingi serta melepaskan pandangan perpisahan kepada Nabi. Mereka pun mengucapkan doa dan mengiringi kepergian Nabi dengan shalawat.