REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Imam Masjid Al Noor Selandia Baru meminta undang-undang baru yang memperjelas perbedaan kebebasan berbicara dan ujaran kebencian.
Pada peluncuran sebuah plakat peringatan para korban serangan teror 15 Maret di Christchurch, Gamal Fouda mengatakan Selandia Baru perlu memimpin dunia dalam memberlakukan undang-undang baru. UU tersebut, menurutnya, untuk melindungi semua pengikut agama apa pun dari intoleransi dan kebencian dan melarang hasutan terhadap agama dan ras apa pun."
"Dalam banyak kesempatan, kebebasan berbicara menjadi ujaran kebencian dan karenanya berubah menjadi kejahatan rasial seperti yang kita saksikan dalam serangan teror 15 Maret," katanya dilansir di Radio New Zealand, Jumat (25/9).
Pemimpin Partai Buruh sekaligus Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan undang-undang saat ini sudah memiliki ketentuan untuk menangani ujaran kebencian dan diskriminasi orang dengan identitas berbeda, tetapi agama tidak termasuk di dalamnya. "Pandangan saya adalah hal itu perlu diubah dan itu akan menjadi rencana kami jika kami mendapat hak istimewa untuk membentuk pemerintahan lagi," katanya.
Partai Buruh belum mampu mewujudkan perubahan hukum itu dalam periode terakhir. "Tidak seorang pun boleh didiskriminasi karena agamanya dan oleh karena itu masuk akal jika kami menambahkan ini ke rangkaian hal-hal lain yang kami katakan tidak boleh mendiskriminasi [terhadap] orang," kata Ardern.
Dia menambahkan Komisi Hak Asasi Manusia melakukan pekerjaan seputar Undang-Undang Hak Asasi Manusia memastikan. Dia memastikan menyusun kode di berbagai bidang di mana tidak boleh ada diskriminasi dan agama harus ditambahkan ke dalamnya.
Ditanya apakah undang-undang perlu dibuat lebih kuat untuk memastikan ujaran kebencian adalah kejahatan, Ardern mengatakan, "Sudah ada ketentuan di beberapa bagian dari hukum pidana untuk memperlakukan ujaran kebencian sebagai faktor yang memperburuk jika itu menjadi dasar kejahatan".
Partai Buruh juga akan bekerja dengan Dewan Kota Christchurch, komunitas Muslim dan seputar opsi peringatan serangan 15 Maret. Pemimpin Partai Nasional Judith Collins mengatakan dia tidak akan berkomitmen pada undang-undang ujaran kebencian tertentu.
"Saya sangat jelas undang-undang hak asasi manusia kami sudah mengatur tentang apa yang perlu ditangani," ujarnya.
Dia akan membaca tinjauan Kementerian Kehakiman tentang undang-undang ujaran kebencian, tetapi dia berkata, "Saya dapat memberi tahu Anda sekarang bahwa Partai Nasional yang saya pimpin tidak akan menambah lebih jauh hilangnya atau dicabutnya kebebasan berbicara di negara ini" .