REPUBLIKA.CO.ID, MANAMAH -- Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa mengatakan, kesepakatan normalisasi dengan Israel harus mengarah pada upaya untuk mengakhiri konflik Palestina-Israel melalui solusi dua negara. Hal ini diutarakan Raja Hamad dalam Sidang Umum PBB ke-75 pada Kamis (25/9).
Dalam pidatonya, Raja Hamad menyerukan upaya intensif untuk mengakhiri konflik Palestina-Israel sesuai dengan solusi dua negara yang mengarah pada pembentukan negara Palestina merdeka, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Hal ini berdasarkan resolusi legitimasi internasional dan Arab Peace Initiative.
"Deklarasi untuk menjalin hubungan dengan Israel adalah pesan halus yang menekankan bahwa tangan kami terulur untuk perdamaian yang adil dan komprehensif," ujar Raja Hamad, dilansir Aljazirah, Jumat (25/9).
Pernyataan Hamad muncul sehari setelah delegasi resmi Israel melakukan kunjungan pertama ke Bahrain, sejak keduanya menandatangani kesepakatan normalisasi. Pada 15 September, Bahran dan Uni Emirat Arab (UEA) menandatangani perjanjian normalisasi dengan Israel di Gedung Putih. Seremoni penandatanganan itu disaksikan langsung oleh Presiden Donald Trump.
Raja Hamad memuji upaya Amerika Serikat (AS) untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di kawasan melalui perantara kesepakatan normalisasi negara-negara Teluk dengan Israel. Menurut Hamad, kesepakatan normalisasi ini dapat membawa masa depan yang lebih baik di kawasan. "(Kesepakatan normalisasi) mengirimkan pesan yang beradab sebagai jaminan terbaik untuk masa depan semua orang di kawasan," kata Hamad.
Namun para pemimpin Palestina mengutuk perjanjian tersebut dan menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat Palestina. Sementara itu, kelompok masyarakat sipil Bahrain mengkritik kesepakatan normalisasi dengan Israel. Menurut kelompok ini, normalisasi Israel semestinya dilakukan setelah Palestina mendapatkan kemerdekaan.