Jumat 25 Sep 2020 16:25 WIB

Pengamat Ragukan PKPU Soal Protokol Kesehatan Dipatuhi

Pilkada ditunda bukanlah aib, tapi pekerjaan yang mulia menyelamatkan jiwa masyarakat

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Executive Director of Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
Foto: Dok. Pribadi
Executive Director of Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago meragukan protokol kesehatan dapat diterapkan dalam semua tahapan Pilkada 2020. Kehadiran revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) juga dirasa tak berpengaruh banyak mencegah penularan Covid-19.

Pangi menyebut, sebenarnya sudah ada regulasi dan himbauan agar tidak boleh ada kerumunan. Termasuk tak diizinkannya arak-arakan, pengumpulan massa, konser, pembatasan jumlah acara face to face yang mengumpulkan warga.

"Tetap saja, lagi-lagi yang namanya peraturan, regulasi, undang-undang, hanya indah di kata-kata naskah teks, praktiknya, penegakan sangsinya berujung pada kompromi dan nego politik," kata Pangi pada Republika, Jumat (25/9).

Pangi mencontohkan, banyak calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan ketika pendaftaran bakal calon kepala daerah ke KPU. Diantara pelanggarannya beramai-ramai, berkerumunan, tidak lagi mematuhi protokol kesehatan. 

Pangi meragukan, penyelenggara Pemilu bisa tegas memberi sanksi pada mereka. "Pertanyaannya apakah berani dis-kualifikasi calon tersebut? Bagaimana kalau nanti yang melanggar ditemukan anak presiden dan menantu presiden yang kebetulan ikut dalam kontestasi elektoral pilkada, apakah berani menindak dan memberikan sangsi? Lagi-lagi ujungnya kompromi politik," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu.

Pangi menduga, nantinya KPU bakal mengelak bertanggung jawab saat protokol kesehatan dilanggar saat Pilkada 2020. "Alasan KPU bicara bukan kewenangan institusi mereka soal menertibkan (protokol kesehatan), bukan masuk wilayah pekerjaannya, dibatasi undang-undang lah, macam-macam alasan, intinya bahasa keputus-asaan, sementara cluster pandemi pilkada makin mengerikan," ucap Pangi.

Atas dasar itu, Pangi menekankan, pentingnya penundaan Pilkada 2020. Suara penundaan juga dilontarkan banyak tokoh dan ormas keagamaan yang sayangnya tak didengarkan pemerintah.

"Pilkada ditunda bukan-lah aib, justru ini pekerjaan yang mulia, menyelamatkan kesehatan dan jiwa masyarakat. Ini memang bukan pilihan yang mudah, kita khawatir pilkada yang berujung pada bencana, pilkada kali ini tidak terlalu di harapkan rakyat," tegas Pangi. 

Diketahui, revisi PKPU Nomor 13/2020 menyatakan bahwa seluruh kegiatan yang berpotensi mengundang kerumunan seperti pagelaran konser musik, bazar dan perlombaan, sepenuhnya dilarang. Dalam PKPU itu para calon kepala daerah di imbau melakukan kegiatan dalam bentuk lain seperti melalui virtual. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement