REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menyatakan, industri makanan atau Food and Beverage (F&B) tetap berpotensi di tengah pandemi. Pada kuartal dua 2020, kontribusi industri tersebut terhadap industri agro mencapai 39,51 persen.
"Industri makanan pun masih tumbuh positif 0,22 persen. Meski pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal dua terkontraksi 5,32 persen," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman dalam Markplus Industry Roundtable pada Jumat (25/9).
Ia melanjutkan, industri makanan pun masuk dalam lima besar sektor investasi di Indonesia. Nilainya sekitar Rp 29,6 triliun atau 7,4 persen dari total investasi.
"Investasi ini karena orang melihat prospek di industri makanan cukup baik. Jadi nggak takut investasi di situ, walau purchasing masyarakat turun pada kuartal I dan II, tapi optimisme investasi cukup ada," jelasnya.
Dirinya tidak memungkiri, pada awal pandemi industri makanan dan minuman pun cukup terdampak. Namun kini, lanjut dia, permintaan mulai naik.
Berbagai perubahan kemudian dilakukan industri ini agar bisa bertahan di tengah pandemi. Salah satunya dengan memanfaatkan omni channel.
"Pemanfaatan omni channel mulai naik. Kita banyak lakukan perubahan, terpaksa terapkan teknologi untuk adaptasi di kondisi new normal yang mengharuskan physical distancing, karena konsumen lebih concern terhadap food safety," jelas Adhi.
Namun, lanjutnya, penerapan teknologi saja tidak cukup. Perlu ada jiwa kreatif dan inovatif. "Jadi kombinasikan teknologi dengan kepentingan human-nya. Ini harus diperhatikan dan tetap jaga protokol kesehatan, perubahan marketing harus dilakukan," tuturnya.