REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Muslim Amerika Serikat untuk Palestina saat ini sedang mengalami tekanan atas Emgage. Pasalnya, Emgage, sebagai salah satu organisasi Muslim Amerika Serikat juga, diketahui menjalin hubungan harmonis dengan kelompok lobi Israel.
Mengetahui hal itu, Muslim Amerika untuk Palestina (AMP) langsung bersikap. Utamanya, menegaskan bahwa pihaknya mengetahui perihal Emgage. Berdasarkan informasi, tekanan tersebut terjadi dua pekan setelah The Electronic Intifada membeberkan hubungan para pemimpin Emgage dengan organisasi anti-Palestina.
“AMP mengambil posisi yang sederhana, kuat, dan berprinsip melarang aliansi dan normalisasi terselubung serta terbuka dengan organisasi dan elemen Islamofobia atau Zionis, serta individu dan kelompok yang penuh kebencian,” kata Muslim Amerika untuk Palestina dilansir electronic intifada Jumat (25/9).
Pihaknya menambahkan, semua anggota Dewan Organisasi Muslim AS (USCMO) juga harus mematuhi prinsip tersebut. Sehingga, hal itu seharusnya dinilai jelas bagi Emgage ketika mencari keanggotaan di USCMO. Sebagai informasi, Emgage dan American Muslim for Palestine adalah anggota dari Dewan Organisasi Muslim Amerika Serikat.
Terkait hal itu, AMP menegaskan bahwa pihaknya akan menunggu hingga laporan resmi dari USCMO mengenai Emgage dibuat. Namun demikian, pihaknya sementara akan terus memberlakukan larangan pada hubungan kolaboratif dengan Emgage.
Dalam laporan sebelumnya, para pemimpin Emgage memang telah berhubungan erat dengan kelompok lobi Israel. Utamanya, yang melakukan kampanye tanpa henti melawan aktivitas solidaritas Palestina. Kampanye itu dilakukan juga oleh AIPAC, Anti-Defamation League, dan American Jewish Committee.
Terpisah, Direktur eksekutif Majlis Ash-Shura, Raja Abdulhaq juga mendukung pernyataan AMP. Menurut dia, posisi yang diambil merupakan posisi yang kuat dan berprinsip. Dirinya juga mendesak agar organisasi Muslim nasional lainnya mengikuti.
Hal itu juga sempat dikomentari Ketua Dewan Muslim Amerika untuk Palestina, Hatem Bazian yang menanggapi kontroversi Emgage. Dirinya yang sempat diskusi dengan para pemimpin Emgage, juga merasa tidak puas dengan tanggapan mereka menyoal permasalahan tersebut. Merespons itu, dia juga mendesak untuk menunda diskusi lebih lanjut tentang Emgage hingga pemilihan pada November nanti.
Lebih jauh, di berbagai kesempatan, langkah kritis untuk menangguhkan Emgage juga bermunculan. Kampanye Drop Emgage pada Rabu lalu, telah mendorong Muslim Amerika untuk Palestina agar menghapuskan Emgage sepenuhnya.
Dalam aksi tersebut, lebih dari 200 aktivis Palestina dan Muslim telah menandatangani surat terbuka Drop Emgage. Utamanya, yang menuntut Emgage memutuskan semua hubungan dengan kelompok lobi Israel dan menghormati seruan BDS Palestina.
Bahkan, kampanye Drop Emgage saat ini juga mulai mendesak Council on American-Islamic Relations (CAIR), Muslim American Society, dan lainnya untuk "segera menangguhkan semua kolaborasi" sampai Emgage memenuhi tuntutan untuk mengakhiri aktivitas normalisasi dengan kelompok Zionis.
Sementara itu, salah satu kelompok yang bermitra dengan Emgage, MPower Change diketahui sempat muncul dalam pertemuan virtual pekan lalu. Pemimpinnya, Linda Sarsour, seorang aktivis Palestina-Amerika yang juga dikenal di Partai Demokrat menegaskan pilihannya untuk mendukung Nada al-Hanooti sebagai direktur eksekutif Emgage di Michigan.
Namun demikian, dirinya tidak membahas kontroversi mengenai koneksi Emgage dengan kelompok anti-Palestina dan Islamofobia. Sebaliknya, dirinya malah mendesak Muslim Amerika untuk memilih Biden, tanpa memperdulikan keraguan yang lain.
Dirinya mengaku, Joe Biden sebagai neoliberal memang pemimpin Demokrat yang konservatif. Hal itu diakuinya juga jika Biden memang kerap kali berseberangan dengan pihaknya dalam banyak masalah. Namun, dirinya menegaskan dukungan keras atas Joe Biden.
Sebagai imbalan untuk memilih Biden, Sarsour berjanji untuk tetap berada di caranya memperjuangkan khalayak dan berjuang lebih keras dari yang pernah dilakukannya. ‘’Bahkan lebih keras daripada yang saya perjuangkan di bawah pemerintahan Trump." ungkap dia.