REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—-Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Semarang terus mendalami kemungkinan ditetapkannya Sikentheng, sebagai situs cagar budaya baru di Kabupaten Semarang.
Upaya ini dilakukan menyusul ditemukannya sejumlah benda cagar budaya, berupa batuan bagian dari struktur bangunan candi, yang diperkirakan merupakan peninggalan abag 8 hingga 10 Masehi, di Sikentheng, wilayah Dusun Ngablak, Desa Candirejo, Kecamatan Semarang Barat, Kabupaten Semarang.
Ketua TACB Kabupaten Semarang, Tri Subekso mengatakan, salah satu petani di lingkungan Dusun Ngablak telah menemukan sebuah batu yang merupakan bagian dari ujung pipi tangga bangunan candi.
Batu berbentuk mirip sanggul rambut dengan material jenis batu klastik tersebut, kemudian diamankan dan disimpan di rumah serta telah dilaporkan kepada pemangku lingkungan, perangkat desa setempat serta pamong budaya.
Dari hasil tindak lanjut TACB Kabupaten Semarang di lokasi penemuan, memang masih bisa dilihat beberapa potongan batuan berprofil dengan material sejenis dan dimungkinkan merupakan potongan dari batuan candi.
Material tersebut sama dengan batuan pada bangunan Candi Ngempon maupun Candi Gedongsongo. Namun untuk memastikan apakah Sikentheng bisa dijadikan situs cagar budaya, masih perlu riset lebih jauh lagi.
Karena artefak yang ditemukan tersebut baru sebagian kecil. Sementara berdasarkan penuturan warga setempat, di lokasi tersebut tersebut memang jamak ditemukan batuan berbentuk balok seperti batu candi dan tersebar di beberapa lokasi.
Bahkan pernah ada cerita warga yang sempat menemukan arca. “Karena itu, kami masih harus melakukan pendalaman lagi, meskipun lokasi penemuan benda cagar budaya ini berada di lahan berstatus bondo deso,” lanjutnya.
Benda cagar budaya yang memiliki ukuran fisik panjang 40 centimeter, tinggi 24 centimeter serta lebar 19 centimeter tersebut diamankan di museum.“Kebetulan Kabupaten Semarang sekarang sudah memiliki Museum Panadanaran, di Kecamatan Tuntang,” katanya.
Tri juga menyampaikan, berdasarkan analisis TACB lokasi penemuan menunjukkan jejak peradaban sisi timur kaki gunung Ungaran. Hal ini bisa diidentifikasi dari material dan lanskap lingkungan penemuan mrmang berada di titik yang lebih tinggi dibandingkan lokasi yang lain.
Selain itu juga dekat dengan aliran sungai serta sumber mata air, karena di lokasi tersebut juga dekat dengan sumber Mudal, yang sebelumnya juga ditemukan batu umpak. “Hal tersebut merupakan pola yang dahulu banyak dipakai masyarakat Jawa kuno, untuk membangun beberapa bangunan suci,” katanya.
Turkamu (39), petani penemu benda cagar budaya ini mengatakan, bagian struktur batu ujung pipi tangga candi tersebut ditemukannya saat akan mencangkul lahan untuk tanaman kacang tanah, baru-baru ini.
Awalnya hanya terlihat menyembul sebagian, namun setelah saya dongkel, utuhnya berbentuk seperti sanggul. Selain itu ia juga mendapati beberapa potong batuan yang merupakan sisa bangunan candi di sekitar lokasi penemuan tersebut.“Setelah itu saya baru melaporkannya kepada perangkat Desa Candirejo untuk ditindaklanjuti,” jelasnya.
Petani lain, Sarwadi (59) mengaku dahulu ia sempat menemukan arca Syiwa dan Ganesha di lahan yang digarapnya dan berdekatan dengan lokasi penemuan tersebut. Namun saat itu arca tersebut diamankan beberapa orang yang mengaku dari Balai Pelestarian Cagar Budaya BPCB. “Coba tanyakan ke sana, kalau nama saya masih ada di Prambanan (BPCB) dan arca tersebut masih disana, berarti memang disimpan. Tetapi kalau tidak ada berarti arca- arca tersebut jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggungjawab,” katanya.