REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah penelitian yang dipimpin oleh King's College London menemukan fakta lebih dari 80 persen warga Inggris tak mematuhi pedoman isolasi mandiri saat mereka memiliki gejala atau melakukan kontak dengan seseorang yang positif Covid-19. Mayoritas responden juga tidak dapat mengidentifikasi gejala virus Corona tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, hanya 18,2 persen orang yang melaporkan memiliki gejala virus Corona dalam tujuh hari terakhir dan tetap tinggal di rumah. Sementara 11,9 persen lainnya meminta untuk dilakukan tes Covid-19.
Studi menemukan, alasan ketidakpatuhan pada perintah karantina di antaranya tidak mengetahui pedoman pemerintah, hingga tidak dapat mengidentifikasi gejala. Hampir separuh dari responden dapat mengidentifikasi gejala utama Covid-19 yakni demam, hilangnya indra perasa atau penciuman.
Studi ini menggunakan data yang dikumpulkan antara 2 Maret dan 5 Agustus, dan didasarkan pada 42.127 tanggapan dari 31.787 peserta berusia di atas 16 tahun.
Ditemukan juga bahwa hanya 10,9 persen orang yang diberikan informasi kepada NHS untuk mengisolasi diri selama 14 hari, setelah melakukan kontak dengan seseorang yang positif korona. Penelitian ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keefektifan program Test and Trace yang digalakkan oleh pemerintah Inggris. Program ini dibuat karena Perdana Menteri Boris Johnson berusaha untuk menekan peningkatan jumlah infeksi dengan pembatasan baru.
Pekan lalu, pemerintah Inggris memberlakukan denda hingga 10 ribu pound bagi mereka yang melanggar perintah isolasi mandiri. Selain itu, pemerintah menawarkan pembayaran tunjangan sebesar 500 pound kepada pekerja bergaji rendah yang kehilangan pekerjaan selama karantina.
Para peneliti mengatakan, dukungan finansial tersebut dapat mendorong kepatuhan masyarakat untuk mengisolasi diri. "Hasil kami menunjukkan bahwa kendala keuangan dan tanggung jawab kepedulian menghalangi kepatuhan terhadap isolasi diri, berbagi rincian kontak dekat, dan karantina," ujar laporan penelitian itu.
Pada Kamis (24/9), Inggris memiliki jumlah kematian tertinggi akibat Covid-19 di Eropa yakni 41.902. Pemerintah akhirnya meluncurkan aplikasi pelacakan untuk mencegah rantai penularan virus Corona pada Kamis setelah tertunda selama empat bulan.