REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis hendak memperkenalkan undang-undang baru untuk memerangi separatisme. Rancangan undang-undang itu tidak lepas dari meningkatnya kekhawatiran publik Prancis bahwa kejahatan dan radikalisme akan lepas kendali.
Keberadaan RUU ini tidak lepas dari peran Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang selama bertahun-tahun selalu menekankan pada Islam Prancis. Baru-baru ini, pemimpin sayap kanan Marine Le Pen memperingatkan Prancis adalah bangkai kapal keamanan yang tenggelam ke dalam kebiadaban. Sementara kalangan konservatif tradisional lainnya melukiskan sebuah gambar dari distopia ultra-kekerasan masa depan yang tak terelakkan.
Mengenai isu ini, partai-partai sayap kiri sepakat dengan sayap kanan. Calon dari Partai Hijau untuk pemilihan presiden berikutnya itu juga menggambarkan tingkat ketidakamanan sebagai sesuatu yang tak tertahankan.
Karena itulah, Prancis memandang perlunya mengesahkan RUU 'Separatisme' yang telah lama dinanti-nantikan. RUU tersebut akan memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk memastikan kelompok-kelompok tidak mematuhi identitas Prancis alternatif, yang terikat pada afiliasi agama atau etnis, menurut Le Figaro. Namun, perincian RUU tersebut tetap dinilai terselubung dalam kerahasiaan.
RUU tersebut disebut menjadi sarana untuk secara permanen memastikan Prancis akan tetap menjadi Prancis, tanpa identitas yang terikat budaya atau etnis tambahan. Namun, RUU tersebut disambut dengan rasa khawatir oleh umat Muslim di Prancis.
Mereka mencela istilah samar dari separatisme. Selain itu, mereka juga memandang RUU itu dapat meningkatkan pelecehan atau penyalahgunaan terhadap mereka. Dalam artikel surat kabar, ulama atau ketua Masjid Agung Paris, Chemseddine Hafiz, menyoroti pemaknaan kata yang licik dengan menggunakan kata seperti separatisme.
Hal ini menurutnya pada kenyataannya mempengaruhi tenggat waktu pemilihan. Ia memandang RUU itu gagal menjadi RUU penting di mana Muslim juga merasa terlindungi dari penyalahgunaan.
Presiden Dewan Ibadah Muslim Prancis, Muhammed Moussaoui, mengatakan mereka akan menentang setiap penargetan terhadap Muslim yang mempraktikkan agama mereka karena menghormati UU tersebut. Kepala Masjid Lyon, Kamel Kabtane, juga mengatakan dia khawatir dengan iklim yang dinilainya tidak aman.
Ia merasa terusik dengan gagasan separatisme tersebut. Kabtane menekankan umat Islam tidak ingin memecah belah, melainkan ingin berintegrasi.
"RUU yang disiapkan oleh pemerintahan Macron akan secara langsung menargetkan Muslim atas nama memerangi politik Islam," kata Kabtane, dilansir di TRT World, Kamis (24/9).