REPUBLIKA.CO.ID, OSLO -- Norwegia meluncurkan rencana aksi nasional untuk melawan sikap islamofobia. Hal itu setelah sebuah survei menunjukkan bahwa 34 persen orang Norwegia memiliki sentimen anti-Muslim, dan hampir 40 persen menganut gagasan bahwa Muslim menimbulkan ancaman bagi budaya Norwegia.
Sebuah rencana aksi nasional baru yang menargetkan diskriminasi dan kebencian terhadap Muslim di Norwegia telah diumumkan oleh Perdana Menteri Erna Solberg dan Menteri Kebudayaan dan Kesetaraan Gender Abid Raja. Pemerintah setempat menekankan bahwa rencana aksi untuk memerangi rasisme dan diskriminasi secara umum Desember tahun lalu tidak cukup. Sehingga, langkah-langkah untuk menghilangkan kebencian yang ditujukan kepada umat Islam pada khususnya diperlukan.
“Ini adalah masalah dalam masyarakat kita bahwa berbagai minoritas dihadapkan pada rasisme. Beberapa minoritas, seperti Yahudi dan Muslim, sangat rentan. Kami sudah memiliki upaya untuk melawan anti-Semitisme, dan sekarang kami juga mempresentasikan rencana terpisah untuk melawan diskriminasi dan kebencian terhadap Muslim, ”kata Solberg, seperti dikutip oleh surat kabar Nettavisen, Jumat (25/9).
Dikutip dari Sputniknew, Solberg juga menekankan lonjakan sikap negatif terhadap Muslim dalam beberapa tahun terakhir. Dia menganggapnya sebagai gelombang pengungsi 2015 dan bangkitnya serangan teroris jihadis.
Rencana aksi yang akan diterapkan antara 2020 dan 2023 termasuk alokasi 10 juta NOK atau sekitar 1 juta dolar dan 18 berbagai tindakan. Perkembangan tersebut didasarkan pada penilaian ancaman Badan Keamanan Polisi Nasional (PST), yang menurutnya ancaman dari ekstremis sayap kanan telah tumbuh. Rencana aksi dipandang sebagai alat untuk mendorong dialog, menjembatani kesenjangan, dan memperoleh lebih banyak pengetahuan.
“Penting untuk menampilkan keragaman Muslim. Saya percaya bahwa ketika banyak orang berpikir Muslim, mereka mungkin berpikir tentang seorang mullah atau ekstremis teroris,” kata Menteri Kebudayaan Abid Raja, yang juga seorang Muslim, mengatakan kepada surat kabar Dagsavisen.
Rencana aksi tersebut muncul setelah keributan yang dipicu oleh demonstrasi anti-Islam oleh organisasi SIAN (Stop the Islamisation of Norway), di mana salinan Alquran disobek untuk merayakan kebebasan berbicara. Menyusul keributan tersebut, Dewan Islam Norwegia mengumumkan bahwa pembakaran Alquran yang seperti dilakukan oleh SIAN dan Partai Garis Keras etnis-nasionalis Denmark, tidak boleh dilindungi oleh kebebasan berekspresi.