REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelisik penggunaan uang dari hasil usaha perkebunan kelapa sawit di Padang Lawas, Sumatra Utara, milik eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman. Sebelumnya, lembaga antirasuah telah menyita lahan kebun kelapa sawit kurang lebih 33 ribu meter persegi dan lahan kurang lebih sekitar 530,8 hektar di desa Padang Bulu Lama kecamatan Barumun Selatan Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Diduga lahan tersebut merupakan buah hasil tindak pidana suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh Nurhadi.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, pada Jumat (25/9), penyidik memeriksa dua orang saksi dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS), Jumadi dan Hilman Lubis. Kepada para saksi penyidik mendalami aliran uang dari hasil perkebunan sawit. tersebut. "Penyidik menggali pengetahuan kedua saksi tersebut mengenai dugaan aliran dana dari hasil perkebunan kebun sawit yang dinikmati oleh Tersangka (Nurhadi) dan pihak-pihak lainnya," kata Ali dalam pesan singkatnya, Jumat (25/9) malam.
Ali memastikan, KPK akan terus berupaya maksimal dalam penyidikan ini dengan terus mengejar aset-aset yang diduga hasil kejahatan dalam perkara dimaksud. Sebelumnya, penyidik KPK juga pernah mengonfirmasi keterangan dari tiga saksi terkait kebun kelapa sawit milik Nurhadi, pada akhir Juli 2020 lalu.
Berdasarkan data yang dimiliki ICW dan Lokataru, Nurhadi diduga memiliki kekayaan yang tidak wajar atau tidak berbanding lurus dengan penghasilan resminya. Patut diduga harta kekayaan tersebut diperoleh dari hasil tindak kejahatan korupsi.
Beberapa aset yang diduga milik Nurhadi, di antaranya tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah; empat lahan usaha kelapa sawit; delapan badan hukum, baik dalam bentuk PT maupun UD; dua belas mobil mewah; dua belas jam tangan mewah.
KPK pun tidak menutup kemungkinan menjerat Nurhadi dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Nawawi Pomolango, Wakil Ketua KPK, bahkan menerangkan bahwa pihaknya sudah melakukan gelar perkara atau ekspose terhadap sangkaan TPPU tersebut. "Sudah pernah ada ekspose, tinggal nunggu saja. Mungkin dalam waktu yang dekat," kata Nawawi beberapa waktu lalu.
KPK menyangka Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Diketahui Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
Nurhadi dan menantunya sempat buron lebih dari empat bulan. Pada Senin (1/6) lalu lembaga antirasuah telah menangkap Nurhadi dan Rezky. Saat ini keduanya sudah mendekam di Rutan KPK Kavling C-1.
Lembaga Antirasuah menjadikan Nurhadi buron setelah tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Nurhadi bahkan telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.