REPUBLIKA.CO.ID, ONTARIO -- Menggendut dan menua bersama dengan pasangan memang romantis, tapi jangan sampai berlebihan. Pasalnya, studi terbaru mengungkap keterkaitan antara penumpukan lemak di perut dengan kematian dini.
Lemak yang menumpuk di perut disebut sebagai indikator kuat berbagai penyakit dan mengarah pada risiko kematian dini. Bahkan, ketika lemak tubuh secara keseluruhan (yang tidak menumpuk di perut) relatif lebih sedikit.
Studi baru dengan skala terbesar dari jenisnya tersebut sudah diterbitkan dalam jurnal BMJ, Rabu (23/9). Tim periset gabungan dari Kanada dan Iran menganalisis data lebih dari 2,5 juta orang di seluruh dunia.
Sebagian peserta internasional tersebut bahkan berkontribusi hingga 24 tahun. Selama waktu itu, mereka diminta untuk melaporkan berbagai faktor kesehatan, dan melacak setidaknya tiga metrik yang berbeda untuk "kegemukan sentral".
Hasilnya mendukung penelitian sebelumnya yang menyebutkan lemak perut sebagai tanda awal sejumlah penyakit. Jenis lemak ini dianggap metrik yang lebih baik daripada berat badan atau indeks massa tubuh saja secara terpisah.
Keseluruhan penelitian pun menunjukkan bahwa hampir semua kasus peningkatan lemak perut terkait dengan risiko kematian dini yang lebih tinggi. Penyebab kematian dini yang dimaksud berhubungan dengan penyakit.
Akan tetapi, temuan mengungkap bahwa penambahan ukuran pinggul dan paha malah dikaitkan dengan risiko kematian dini yang lebih rendah. Peneliti juga mengukur perbedaan pada tiap kasus tersebut.
Peningkatan empat inchi pada lingkar pinggang menyebabkan lonjakan 11 persen pada semua penyebab kematian. Tingkat kenaikan yang sama di pinggul dikaitkan dengan penurunan 10 persen pada kematian dini.
Sementara, penambahan dua inchi pada area paha malah menurunkan risiko sebesar 18 persen. Para peneliti dalam riset tersebut belum dapat mengetahui dengan pasti mengapa lemak perut tampak sangat mematikan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa lemak visceral, yang terkumpul di sekitar lapisan organ perut alih-alih di bawah kulit di garis pinggang, mungkin menjadi faktor kunci. Lemak tersebut bahkan sulit dikenali oleh para dokter.
Rekha Kumar, ahli endokrinologi di Weill Cornell Medicine dan New York-Presbyterian, yang tidak terlibat dalam penelitian, turut berkomentar. Dia mengatakan, dari luar seseorang mungkin tidak terlihat kelebihan berat badan atau buncit.
Akan tetapi, bisa jadi seseorang itu malah memiliki timbunan lemak di perut yang dapat berpotensi berbahaya. Menurut Kumar, beberapa orang secara genetik cenderung menyimpan lebih banyak lemak di sekitar perutnya.
Mengenai cara menghindari tumpukan lemak itu, faktor genetika memang memainkan peran besar. Akan tetapi, berbagai penanggulangan bisa dilakukan, seperti diet rendah gula dan karbohidrat, juga cukup tidur serta rutin olahraga.
Dia juga menyarankan pasien untuk menjauhi minuman keras. "Saat tubuh mengurai alkohol, biasanya tidak memecah lemak tubuh karena liver kita sibuk," ujar Kumar, dikutip dari laman New York Post, Sabtu (26/9).