Sabtu 26 Sep 2020 18:34 WIB

Diplomasi People to People Bisa Dorong Kemerdekaan Palestina

Indonesia dapat gunakan pendekatan diplomasi people to people untuk dukung Palestina

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
 Warga Palestina membakar foto-foto Presiden AS Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa dan dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed al-Nahyan, selama protes terhadap perjanjian normalisasi Uni Emirat Arab dan Bahrain dengan Israel, di Kota Gaza, Selasa, 15 September 2020.
Foto: AP/Khalil Hamra
Warga Palestina membakar foto-foto Presiden AS Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa dan dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed al-Nahyan, selama protes terhadap perjanjian normalisasi Uni Emirat Arab dan Bahrain dengan Israel, di Kota Gaza, Selasa, 15 September 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekjen PBNU M. Imdadun Rahmat mengatakan Indonesia dapat menggunakan pendekatan diplomasi people to people untuk mendorong kemerdekaan Palestina. Terlebih Indonesia punya posisi moral yang dihargai sebagai kampiun negara Muslim yang punya derajat kedewasaan politik.

"Konsistensi diplomasi negara itu penting, namun non state action melalui diplomasi people to people masih jadi jalan yang bermanfaat untuk Indonesia dan memiliki daya gebrak yang luar biasa," ujar Imdadun, Sabtu (26/9).

Baca Juga

Imdadun mengatakan normalisasi hubungan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain dengan Israel tidak memunculkan pertanda baik untuk menuju perdamaian bagi Palestina. Hingga saat ini Israel tidak mengendorkan tekanan terhadap Palestina.

Perluasan pembangunan permukiman ilegal oleh Israel memunculkan kesan bahwa tidak ada sisi baik yang mengiringi sikap negara Zionis tersebut dalam normalisasi dengan negara Arab.

Pengamat Hubungan Internasional Timur Tengah Dina Y. Sulaeman menyebut Indonesia memiliki peran aktif dalam menyuarakan pembelaan kepada Palestina dan mengkritik pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat. Sejauh ini upaya yang dilakukan oleh Indonesia untuk mendukung kemerdekaan Palestina adalah melalui tekanan diplomatik dan bantuan ekonomi.

"Dalam konstelasi politik yang besar, posisi Indonesia dalam konflik Palestina-Israel bukan sebagai negara pusat sehingga senjata kita adalah tekanan diplomatik," kata Dina.

Dina mencontohkan, Turki yang membangun kedutaan besar di Israel dan memiliki posisi tawar yang kuat tidak bisa menghentikan Israel untuk memperluas pembangunan permukiman ilegal. Pada akhirnya, Turki hanya dapat memberikan bantuan ekonomi dan diplomasi kepada Palestina.

Menurut Dina, Palestina dan Israel tidak bisa dipandang sebagai entitas yang sejajar. Israel memilili persenjataan yang canggih, dan militer yang kuat. Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan Palestina. Menurut PBB, kondisi Gaza pada 2020 sudah tidak layak huni karena banyak infrastruktur yang telah dibombardir oleh Israel.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement