REPUBLIKA.CO.ID, Kerusuhan pada bulan pertama Republik Indonesia memang cenderung dilupakan. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Peristiwa Tiga Daerah atau rusuh yang terjadi di daerah pesisir pantai utara jawa, tepatnya di Kabupaten Pemalang, Tegal dan Brebes (eks karesidenan Pekalongan) sekitar Agustus 1945 sampai Desember 1945. Dan rusuh yang sama juga terjadi di kawasan Sumatra Timur yang salah satu korbannya adalah pujangga Amir Hamzah.
Namun, dalam tulisan ini tidak akan dibahas secara luas mengenai soal rusuh sosial yang kala itu terjadi. Kami hanya membatasi rusuh atau revolusi yang terjadi di pantai utara itu (eks karisedenan Pemalang). Tulisan ini mengutip karya skripsi yang berjudul "Kedudukan Ulama, Umat Islam, Dan Kemunculan Haluan Kiri Dalam Revolusi Sosial di Kabupaten Brebes 1945'. Sang penulisnya adalah Aman dari Universitas Negeri Yogyakarta.
Begini cuplikan sebagian skrisinya yang kami muat dalam 3 serial:
------------------------------------
Di Kabupaten Brebes, yang letaknya disebelah barat Kabupaten Tegal, gejolak revolusi juga terjadi dimana-mana. Sulitlah menentukan dimana sebenarnya mula-mula terjadi aksi massa ini. Namun diperkirakan bahwa pergolakan di Kabupaten Brebes ini, dimulai disekitar pabrik gula Banjaratma, di bagian tengah Kabupaten ini.
Disinilah gelombang keonaran yang paling menonjol di Kabupaten Brebes. Pergolakan dimulai dengan pembakaran kandang babi dan kemudian serangan terhadap pabrik gula serta pembunuhan terhadap orang-orang indo.
Gejolak revolusi terus menjalar keluar Ibu Kota Kabupaten. Di desa-desa timbul gelombang keonaran, dengan melakukan pencurian dan pembakaranpembakaran. Padi-padi yang menumpuk di Kumiai dan dipenggilingan-penggilingan diambil paksa oleh massa secara beramai-ramai.
Bahkan banyak pegawai Kumiai yang tindakannya semasa pendudukan Jeaspangkurang berkenan dihati rakyat, didombreng dan dipermalukan. Seperti halnya di Kecamatan Salem, pegawai Kumiai (pengumpul padi) didombreng dengan leher diberi kalung padi.
Sedangkan di Krasak, Kecamatan Brebes, Amran Lurah lama yang terkenal sebagai penindas di masa pendudukan Jepang, pernah mengirim 50 romusa yang tidak pernah kembali lagi, mengambil 400 kuintal padi dari lumbung desa dan masih banyak lagi tindakan pemerasan terhadap rakyatnya, dikejar-kejar massa untuk dibunuh beramai-ramai. Namun atas jasa ketua KNI desa yang baru dipilih, upaya pembunuhan kepada Amran dapat dicegah. Akhirnya Amran beserta pengikutnya diturunkan dari jabatannya kemudian digantikan Karto, seorang lenggaong yang pernah bekerja sebagai pengawas romusa semas pendudukan Jepang.
- Keterangan foto: Para pelaku dalam Peristiwa Tiga Daerah yang ditahan di penjara Yogyakarta pada Desember 1946. (Sachyani atau Kutil berdiri dua dari kiri). (Koleksi Anton Lucas).
Secara relatif, perkembangan revolusi sosial dan perubahan pemerintah di Kabupaten Brebes, berlangsung lebih lunak jika disbanding dengan daerah Tegal dan Pemalang. Tidak seorang camat pun terbunuh di Kabupaten ini. Penguasa lama ditumbangkan tanpa kekerasan yang dahsyat.
Bila pejabat baru ternyata pernah terlibat dalam penindasan ekonomi Jepang dan dukungan rakyat tidak kuat, maka ia akan segera diganti. Sebagai contoh camat Banjarharjo, ia mengangkat dirinya sebagai wedana setelah memaksa wedana lama menyingkir ke luar daerah.
Tetapi wedana baru ini tidak diterima oleh para pemimpin Islam setempat, karena hubungannya rapat dengan Jepang, sehingga ia didaulat untuk ke luar daerah setelah dua minggu memegang jabatan wedana.
Di Ketanggungan Barat, yaitu disebelah utara Banjarharjo, terdapat bekas tanah partikelir. Ketika tenctara Jepang datang, wedana diganti dan tanah itu digunakan untuk penanaman tebu oleh pemerintah Jepang. Ketika revolusi sosial telah bergolak, di daerah ini juga banyak terjadi kericuhann. Pemuda Pesindo yang radikal menggunakn pabrik gula sebagai markasnya, dan memasang tanda “milik Negara”.
Di Kawedanan Bumiayu, pergantian wedana dan para camatnya berlangsung tanpa kekerasan, ketika datang keputusan dari Brebes yang memberitahu bahwa wedana dan para camatnya akan dibebastugaskan, maka mereka langsung mengundurkan diri dari jabatannya.
Sedangkan di daerah Losari, bagian barat laut perbatasan Brebes, para santri menempatkan orang-orang Islam yang tidak bersembahyang lima waktu ke dalam usungan jenazah.