Ahad 27 Sep 2020 08:45 WIB

KSPI dan Buruh Indonesia Ancam Mogok Tolak RUU Ciptaker

KSPI dan elemen lain akan melakukan aksi besar-besaran untuk menolak RUU Ciptaker.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal
Foto: Antara
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana melakukan aksi besar besaran untuk menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Aksi ini disiapkan apabila DPR RI sampai mengubah atau mengurangi pasal-pasal dalam UU nomor 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan dengan RUU Ciptaker. 

Presiden KSPI Said Iqbal mengungkapkan aksi melibatkan ratusan ribu. "Aksi ini akan dilakukan secara begelombang setiap hari di DPR RI dan DPRD di seluruh Indonesia. KSPI bersama 32 konfederasi dan federasi yang lain sedang mempertimbangkan untuk melakukan mogok nasional sesuai mekanisme konstitusi," kata Iqbal saat dikonfirmasi Ahad (27/9).

Baca Juga

Iqbal mengklaim, berbagai elemen juga masyarakat akan bergabung dengan aksi buruh. Berbagai elemen juga siap untuk melakukan aksi bersama adalah mahasiswa, petani, nelayan, masyarakat sipil, masyarakat adat, penggiat lingkungan hidup, penggiat HAM, dan lain-lain.

Bahkan, Iqbal menambahkan KSPI bersama 32 konfederasi dan federasi yang lain sedang mempertimbangkan untuk melakukan mogok nasional sesuai mekanisme konstitusi. Iqbal menyoroti DPR yang sejak Jumat kemarin (25/9), hungga Sabtu (26/9), melakukan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja untuk klaster ketenagakerjaan pasal demi pasal. 

Ia menyebutkan dua alasan buruh akan melakukan aksi besar-besaran dan mengancam mogok. Pertama, jika dalam beberapa hari ke depan KSPI, KSPSI AGN, dan 32 federasi lain melihat pembahasan pasal demi pasal tidak mengakomodir kepentingan kaum buruh.

Kedua, jika pembahasan dilakukan dengan sistem kejar tayang untuk memenuhi tenggat waktu 8 Oktober 2020. Karena itu, KSPI mendesak DPR RI untuk segera menghentikan pembahasan klaster ketenagakerjaan dan tidak mempunyai target waktu atau kejar tayang dalam melakukan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.

“KSPI dan buruh Indonesia menolak keras sistem kejar tayang yang dipaksakan oleh pemerintah dan DPR RI, di mana omnibus law akan disahkan pada tanggal 8 Oktober 2020,” tegas pria yang juga menjadi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini.

Ia menambahkan omnibus law RUU Cipta Kerja sebaiknya tidak mengubah atau mengurangi pasal dalam UU 13/2003. Ia mengatakan, permasalahan perburuhan yang belum diatur dalam UU itu seperti penguatan fungsi pengawasan perburuhan, peningkatan produktivitas melalui pelatihan dan pendidikan, pengaturan regulasi pekerja industri startup, pekerja paruh waktu, pekerja tenaga ahli, dan sebagainya dalam rangka meningkatkan investasi dan menghadapi revolusi industri 4.0. 

"Mari kita dialog untuk dimasukan dalam omnibus law," kata dia.

Adapun yang ditolak buruh dari omnibus law RUU Cipta Kerja antara lain hilangnya UMK dan UMSK,  adanya upah padat karya,  kenaikan upah minimum hanya pertumbuhan ekonomi tanpa menambah inflasi, PHK dipermudah, hak upah atas cuti hilang, cuti haid hilang, karyawan kontrak seumur hidup, karyawan outsourcing seumur hidup, nilai pesangon dikurangi bahkan komponennya ada yang dihilangkan, jam kerja eksploitatif, TKA buruh kasar mudah masuk ke Indonesia mengancam lapangan kerja untuk pekerja lokal, jaminan kesehatan dan pensiun hilang dengan berlakunya sistim kontrak dan outsourcing seumur hidup, dan hilangnya sanksi pidana. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement